Hotel dan restoran di Bali didorong untuk meningkatkan konsumsi buah dan bahan pangan lokal dengan cara menyajikan komoditas tersebut kepada para tamunya. Mereka juga diminta mempromosikan kekayaan budaya kuliner lokal kepada para wisatawan. Bupati Gianyar A.A. Agung Bharata menyatakan hal itu merupakan wujud kebanggaan terhadap Tanah Air sekaligus untuk menolong para petani dan peternak lokal agar dapat memperbaiki kesejahteraan mereka.
"Kita tentu akan bangga kalau ada wisatawan yang datang ke tempat kita karena kerinduan pada cita rasa kulinernya," ujarnya dalam seminar yang menjadi bagian dari acara Gianyar Cullinary Festival, Sabtu, 19 April 2014. Bharata mengakui hal itu tidak mudah dilakukan. Dia mengatakan harus ada upaya serius dengan melibatkan kalangan perhotelan, asosiasi juru masak, pemerintah, dan kalangan petani serta peternak sendiri.
Pemerintah memiliki komitmen yang kuat karena ingin menciptakan pariwisata yang hasilnya dapat pula dinikmati oleh kalangan di luar industri pariwisata. Tingkat penyerapan buah-buahan dan bahan pangan lokal seperti sayuran, beras, dan daging ternak oleh pihak hotel dan restoran sendiri dirasakan masih rendah.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Gianyar I Gusti Ayu Dewi Hariani, pihak hotel sering berkilah: kualitas barang belum memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan kebutuhan hotel.
Suatu kali pernah ada kejadian, saat petani telah mengembangkan sayuran yang dianggap sebagai kebutuhan hotel. Namun saat masa panen ternyata tren kebutuhan hotel sudah berubah. "Akibatnya mereka kembali beralih ke sayuran yang bisa dijual ke pasar lokal," ujarnya.
Menanggapi keluhan itu, Ketua Indonesian Chef Association (ICA) Henry Alexie Bloom menyebutkan sebenarnya tidak ada diskriminasi di antara bahan pangan lokal dan impor. "Asal kualitasnya sama, pasti akan kami terima," ujar ketua organisasi yang menaungi para juru masak hotel itu.
Bloom menyatakan ada juga masalah kurang terjaminnya kelanjutan pasokan untuk buah dan pangan lokal. Selain itu, terdapat persoalan ihwal pembayaran kepada pemasok oleh pemilik hotel. "Biasanya pembayaran memang ditunda antara 1- 3 bulan karena model itulah yang digunakan hotel dan akhirnya memberatkan petani," ujarnya. Upaya pemenuhan syarat-syarat kualitas dan penyelesaian masalah pembayaran itu memang bukan perkara yang mudah.
Menurut Mulyati Gozalie , perempuan yang berpengalaman melakukan pemberdayaan petani anggur, dibutuhkan pendampingan yang intensif agar petani benar-benar memahami proses pembuatan yang produk yang berkualitas. "Mulai dari mencari bibit, melakukan pemupukan, sampai menentukan waktu panen yang tepat di mana buah benar-benar siap dipetik," ucapnya. Petani bahkan harus mengetahui cara mengemas buah yang baik dan hal teknis pengirimannya.
Mulyati sendiri telah melakukan pendampingan kepada puluhan petani anggur di Buleleng, Singaraja, di atas lahan seluas 100 hektare sehingga anggur yang dihasilkan layak untuk diolah menjadi wine yang bisa dipasarkan di hotel dan restoran.
"Ini tentu bukan kerja jangka pendek untuk mencari keuntungan semata. Tetapi harus diniatkan untuk jangka panjang demi mengangkat harkat bangsa sendiri," tegas pemilik PT Sababay Winery ini.
No comments:
Post a Comment