PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) mulai mengimpor sapi pada Mei 2014. Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro mengatakan, untuk tahap awal, perusahaannya akan mendatangkan 3.000 ekor sapi dari Australia. "Untuk impor tersebut, kami menyiapkan dana Rp 350 miliar," katanya saat ditemui dalam sebuah diskusi di Hotel Sahid, Ahad, 23 Maret 2014.
Ismed mengatakan impor dilakukan pada Mei karena bertepatan dengan turunnya harga sapi hidup di Australia. Pada awal tahun hingga saat ini, harga sapi di Negeri Kanguru masih tinggi, yakni Rp 30 ribu per kilogram. "Menjelang pertengahan tahun, biasanya harga di sana akan mulai menurun karena pengaruh musim."
Dari 3.000 sapi yang akan diimpor, 500 di antaranya indukan produktif. Sedangkan 1.500 ekor adalah sapi bakalan yang akan digemukkan dan sisanya berupa sapi siap potong. Ismed mengatakan RNI akan memelihara sapi-sapi impor itu di lahan milik perseroan di Sukabumi, Subang, dan Indramayu, Jawa Barat. Perusahaan negara di bidang perkebunan itu pun akan menyilangkan sapi impor dengan sapi lokal untuk menghasilkan bibit berkualitas.
Sedangkan daging yang dihasilkan sapi-sapi tersebut akan dipasarkan melalui gerai-gerai RNI. Menurut Ismed, RNI sudah memiliki 25 gerai bernama Waroeng Rajawali yang tersebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. "Termasuk di sejumlah kota besar di Pulau Jawa," ujarnya.
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero), Ismed Hasan Putro, mengatakan tengah menyiapkan anggaran sebesar Rp 350 miliar untuk mengakuisisi perusahaan ternak sapi di Australia. Dana itu, kata dia, sebesar 30 persen berasal dari internal dan 70 persen pinjaman bank nasional. "Sekarang kita lagi verifikasi lima perusahaan, untuk dipilih satu mana yang bisa diakuisisi minimal 51 persen," katanya di Jakarta, 30 September 2013.
Akuisisi, kata Ismed, sudah mendapat restu dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara melalui surat penugasan yang diterima minggu lalu. Ismed juga mengungkapkan RNI akan menggandeng perusahaan yang mempunyai kapasitas ternak sapi dengan skala 50 ribu sampai 500 ribu sapi. "Harapannya sebelum akhir tahun proses akuisisi sudah selesai," katanya. Agar proses transaksi berjalan lancar dia mengatakan juga akan menggandeng bank asing, Commonwealth Bank.
Seperti diketahui, Menteri BUMN Dahlan Iskan sebelumnya mendorong agar dua BUMN, RNI dan Pupuk Indonesia, mengakuisisi perusahaan ternak di Australia. Akuisisi dilakukan agar membantu pemerintah mengatasi persoalan krisis daging sapi dalam negeri.
Alasan dipilihnya Australia, menurut Dahlan, karena ternak sapi di Australia jauh lebih murah 5 kali lipat dibanding Indonesia. Sementara untuk penggemukan, lebih murah di Indonesia. "Jadi beranak disana tapi nanti digemukkannya di Indonesia," katanya.
Kapasitas Rumah Potong Hewan (RPH) Banyumulek, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, terus ditingkatkan. Sebelum dikelola PT. Sapi Rajawali Indonesia (SRI) --dari kelompok BUMN PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), hanya 25 ekor per hari, menjadi 100 ekor per hari. Bahkan bisa mencapai target 60 ribu ekor per tahun.
Direktur PT RNI Ismed Hasan Putro menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan menjelang lebaran, RPH Banyumulek optimistis mampu menyuplai 10 ton daging. Itu sebabnya, selain meningkatkan kapasitas potong, PT. SRI juga terus meningkatkan produksi sapi potong. Dalam areal tanah RPH Banyumulek seluas 26 hektare, 5 hektare di antaranya saat ini sedang disiapkan untuk pembangunan kandang sapi potong.
Daging sapi dari RPH Banyumulek dengan merk dagang ‘Raja Daging’ sudah masuk pasar Jakarta sebanyak 5 ton pekan lalu. “Kami sudah menjual lima varian daging,” katanya kepadaTempo di Mataram, Rabu, 31 Juli 2013. Varian ‘Raja Daging’ di antaranya daging terluar, tenderloin, sirloin, hingga punggung untuk bahan masakan rendang. Harganya bervariasi, dari Rp 70 ribu hingga Rp 120 ribu per kilogram.
Ismed juga menjelaskan, PT SRI bekerjasama dengan PT Gerbang NTB Emas (PT. GNE), untk proses pembekuan daging sebelum dipasok ke pasaran, terutama ke Pulau Jawa. Adapun untuk kegiatan peternakan sapi potong, sudah dijalin kersama dengan peternak setempat sebagai peternak plasma.
Menurut Ismed, PT. SRI mengucurkan dana awal Rp 65 miliar untuk membeli 15.000 ekor sapi potong. Sedangkan di areal RPH Banyumulek saat ini tersedia 150 ekor dari rencana 1.500 ekor sapi yang hendak dikembangkan. “Dalam setahun menghasilkan 6.000 ekor,” ujarnya.
Tahap berikutnya, kata Ismed, adalah diversifikasi usaha, seperti memproduksi bakso hingga sosis, yang akan dipasarkan ke berbagai daerah di Jawa, termasuk Jakarta, dan Bali. Juga untuk kebutuhan local di Pulau Lombok. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB Hery Erpan Rayes mnengatakan, usaha yang dilakukan PT. RNI sangat tepat karena NTB merupakan sumber sapi potong. Dari potensi 106.000 ekor sapi potong, NTB bisa menyiapkan kuota 32.500 ekor.
Potensi sapi potong di NTB belum termasuk yang tidak tercatat sekitar 45.000 ekor. Sedangkan kuota sapi bibit, baik jantan maupun betina hingga 22.000 ekor dari potensi sebanyak 41.000 ekor.
No comments:
Post a Comment