Pengusaha memprotes rencana pemerintah memberlakukan tarif listrik baru untuk industri menengah dan besar mulai 1 Mei 2014. Menurut Wakil Ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, Ismail Mandry, ada diskriminasi tarif antara pelanggan golongan industri menengah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan perusahaan yang tidak terdaftar.
“Selisih tarif ini membuat persaingan di industri sejenis tidak sehat,” katanya.
Dalam Peraturan Menteri Energi Nomor 9 Tahun 2014 yang diteken pada 1 April 2014, pemerintah menetapkan dua macam tarif listrik bagi pelanggan industri menengah (I-3) dengan daya listrik terpasang di atas 200 kilowatt.
Tarif untuk pelanggan I-3 yang mencatatkan saham di bursa naik 38,85 persen mulai 1 Mei mendatang menjadi Rp 1.115 per kilowatt jam (kWh). Sedangkan perusahaan yang tidak terdaftar belum dikenai kenaikan tarif.
Ismail mengatakan diskriminasi juga dirasakan oleh pelanggan listrik dari golongan industri besar. Sebab, Peraturan Menteri Energi menyebutkan pelanggan golongan industri besar dengan daya 30 ribu kilowatt (I-4) menerima kenaikan tarif 64,73 persen. Tarif untuk golongan I-4, yang saat ini Rp 723 per kWh, akan naik bertahap setiap dua bulan menjadi Rp 1.191 per kWh pada 1 November 2014.
Menurut Ismail, kenaikan tarif ini akan mendorong kenaikan impor bahan baku. “I-4 isinya industri pengolahan bahan baku. Saya khawatir akhirnya mereka menjadi importir karena lebih efisien mengimpor,” ujarnya.
Kepala Divisi Niaga PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Benny Marbun, mengatakan, jika kenaikan dilakukan merata untuk seluruh pelanggan I-3 dan I-4, sebenarnya tarif listrik cukup dinaikkan sekitar 16 persen untuk menghasilkan penghematan Rp 9 triliun.
Usul ini, kata Benny, sudah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Namun proses di Badan Anggaran DPR menghasilkan keputusan yang berbeda. "Salah satu alasannya adalah perusahaan terbuka umumnya sudah meraup laba."
No comments:
Post a Comment