Di tengah produksi crude plam oil (CPO) Indonesia yang mendapat kampanye hitam dari dunia Eropa dan Amerika Serikat (AS), pemerintah mengambil langkah cepat agar produksi CPO bisa terserap di dalam negeri.
Program tersebut yakni meningkatkan penggunaan bahan bakar nabati dalam solar wajib 10% atau disebut mandatori B10 (biodiesel 10%). Artinya seluruh penggunaan solar di dalam negeri wajib dicampur BBN 10% yang berasal dari CPO.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana mengatakan, penyerapan biodiesel tahun ini diargetkan mencapai 4 juta kilo liter. Target tersebut lebih tinggi dibandingkan 2013 yang terserap sebanyak 1,07 juta KL, atau pada 2012 terserap sebanyak 669.000 KL.
"Sementara realisasi biodiesel yang terserap sampai kuartal-I 2014 sudah mencapai 350.000 KL, atau sudah menghemat devisa negara US$ 237 juta," ucap Dadan kepada lewat pesan singkatnya, Senin (21/4/2014).
Ditambahkan Direktur Jenderal EBTKE Rida Mulyana, program B10 ini bukanlah kebijakan yang mendadak, ketika melihat CPO Indonesia mendapat kampanye negatif dari banyak negara.
"Ini program sudah ada, namun persentase BBN-nya ditingkatkan menjadi 10% dan akan terus meningkat hingga 20%. Tahun ini kita targetkan penghematan devisa dari program B10 ini mencapai US$ 4 miliar," ucap Rida.
"Devisa ini didapat karena impor solar dapat dikurangi 10%, karena BBN-nya dihasilkan di dalam negeri, dari kebun sawit," tutupnya.
Menurut catatan dari Kementerian Pertanian sawit di Indonesia menghasilkan 28 juta ton/tahun, yang di pakai dalam negeri hanya 5,5 juta ton per tahun sisanya diekspor. Kondisi ini mengindikasikan pada 2020 penggunaan biodiesel wajib ditingkatkan menjadi 25 persen dengan asumsi produksi sawit 40 juta ton per tahun.
No comments:
Post a Comment