PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) berhasil membukukan kenaikan laba bersih hingga 27,6 persen menjadi Rp 10,8 triliun selama tahun buku 2011. Total pendapatan bunga bersih dan pendapatan perseroan naik 18,6 persen menjadi Rp 24,1 triliun.
"Penerapan kunci kehati-hatian kami dalam penyaluran kredit merupakan kunci pertumbuhan kami untuk mempertahankan rasio kredit bermasalah (NPL) pada tingkat rendah," ujar Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja, dalam paparan publik tahunan BCA di Hotel Kempinski, Kamis, 29 Maret 2012.
Tingkat suku bunga yang rendah dan permintaan kredit yang tinggi, kata dia, mendorong aktivitas kredit di semua segmen. Hingga akhir tahun lalu portofolio kredit BCA mencapai Rp 202,3 triliun naik 31,4 persen dibanding tahun sebelumnya Rp 153,9 triliun. "Kenaikan ini lebih tinggi dari rata-rata sektor perbankan sebesar 24,1 persen," ujarnya.
Segmen kredit konsumer menyumbang kenaikan 37,6 persen YoY menjadi Rp 50,3 triliun. Hal ini didukung pertumbuhan kredit KPR sebesar 53,5 persen menjadi Rp 28,0 triliun dan kredit kendaraan bermotor (KKB) naik 30,3 persen menjadi Rp 17,6 triliun.
Sedangkan untuk sektor kredit komersial, usaha kecil dan menengah (UKM) tumbuh 31,1 persen menjadi Rp 80,2 triliun. Sementara korporasi naik 27,6 persen menjadi Rp 71,8 triliun. Hal ini didukung kuatnya permintaan di triwulan IV terutama sektor pembiayaan konsumen, jasa keuangan dan perkebunan serta pertanian.
Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) meningkat menjadi 61,7 persen pada September 2011 dibanding 55,2 persen pada periode sama 2010. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) berhasil dipertahankan di angka 0,5 persen, dengan rasio cadangan tercatat sebesar 386,3 persen terhadap total NPL.
Dana pihak ketiga (DPK) BCA tumbuh 16,5 persen (yoy) menjadi Rp 323,4 triliun dengan 10 juta rekening baik cabang maupun jaringan elektronik. Saldo tabungan tumbuh 18,9 persen menjadi Rp 173,0 triliun, sedangkan saldo giro meningkat 18,8 persen jadi Rp 76,0 triliun.
Sementara saldo deposito meningkat 9,5 persen (YoY) menjadi Rp 74,4 triliun. Sedangkan secondary reserves tercatat Rp 75,4 triliun, relatif tidak berubah dibanding tahun sebelumnya. "Ke depan kami akan memanfaatkan momentum peningkatan daya beli masyarakat ini," ujarnya.
No comments:
Post a Comment