Perdana Menteri Julia Gillard pada hari Selasa mempertahankan pajak kontroversial atas pertambangan yang sudah disahkan dengan menyatakan bahwa keuntungan akan berdampak pada semua warga Australia.
Undang-undang yang memberlakukan pajak sebesar 30 persen pada keuntungan luar biasa penambang bijih besi dan batu bara, disetujui pada Senin malam oleh anggota Senat dengan persetujuan 38 suara banding 32, yang kebanyakan didukung oleh partai Green.
"Rakyat Australia tahu seberapa penting industri pertambangan, namun mereka juga tahu bahwa kita bisa menggali dan menjual sumber daya hanya sekali," ujar Gillard.
"Pajak Sumber Daya Mineral akan memberikan rakyat Australia sebuah pengembalian yang adil atas sumber daya yang mereka miliki sebesar 100 persen.
Pajak tersebut dijadwalkan akan mulai diberlakukan pada 1 Juli dan diperkirakan dapat menghasilkan pajak sebesar 11 miliar dolar Australia (sekitar Rp106,97 triliun) dalam tiga tahun pertama, yang kemudian akan digunakan untuk membiayai infrastruktur, pensiunan dan potongan pajak untuk usaha kecil.
Pajak tersebut akan diberlakukan jika sebuah perusahaan mendapatkan laba 75 juta dolar Australia (sekitar Rp729,40 miliar) per tahun, sebuah izin kebijakan yang didapat Greens untuk melindungi penambang kecil - sebelumnya kebijakan tersebut dimulai pada kisaran laba 50 juta dolar Australia (sekitar Rp486,27 miliar).
Partai Buruh sebelumnya menginginkan pajak sebesar 40 persen pada semua perusahaan tambang dengan laba luar biasa karena negara tersebut sedang mengalami permintaan atas simpanan energi mineralnya yang besar, yang belum pernah terjadi sebelumnya, terutama dari industrialisasi yang pesat di Asia.
Namun rencana tersebut dibatalkan dan ditetapkan bahwa besar pajak hanya 30 persen setelah protes keras dari industri pertambangan, yang dipimpin oleh BHP, Rio Tinto dan Xstrata.
No comments:
Post a Comment