Usulan Indonesia agar tempe memiliki standar yang diatur dalam Codex atau Codex Alimentarius Commission (CAC) diterima oleh dunia internasional. Codex merupakan wadah bersama antara lembaga pangan dunia (FAO) dan lembaga kesehatan dunia (WHO).
"Sekarang Indonesia itu menjadi drafter untuk penyusunan standar tempe. Mengapa ini penting, karena kita sukses di standard mengenai mie instan," kata Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Bambang Setiadi di hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (20/3/2012)
Menurutnya sebagai makanan asli Indonesia dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam negeri sebanyak 24 juta ton per tahun maka tidak mungkin standar tersebut oleh negara lain. Selain itu, diharapkan dengan adanya standar internasional, maka tempe sangat berpeluang besar mendunia seperti kasus mie instan.
"Ahli-ahli kita membuat SNI-nya, nah SNI nya sudah dibikin disetujui dulu di Asia Pasifik. Indonesia mau membuat standar mengenai tempe secara Internasional, regional dulu lah. setuju nggak? mereka bilang oke, setuju. Terus dibawa ke Jenewa di pertemuan Codex, di pertemuan itu kita ngomong kalau kita mau bikin standar tempe. Disetujui," katanya.
Salah satu poin-poin penting dalam standar tempe adalah mengenai standar kualitas, daya tahan dan kandungan tempe. Dari sisi komersial, pasar tempe di dunia internasional juga sangat menjanjikan karena semakin banyaknya orang-orang vegetarian di dunia.
"Orang yang menganut vegetarian itu ada setengah miliar orang, 350 juta itu ada di India. Itu prospek pasar kita, di Jepang itu sudah ada industrinya, di Amerika ada, Belanda ada di Jerman," katanya.
Usulan Indonesia soal standar tempe disampaikan perwakilan Indonesia dalam forum sidang Codex Komite Asia yang berlangsung di Bali dari tanggal 22-26 November 2010.
No comments:
Post a Comment