"Kebijakan tersebut tetap konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5 persen plus minus satu persen pada 2014 dan 4 persen plus minus satu persen pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Bank Indonesia menilai perekonomian Indonesia dewasa ini bergerak ke arah yang positif dan sesuai perkiraan, ditandai inflasi yang menurun dan neraca perdagangan yang kembali mencatat surplus. "Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan," kata Tirta.
Untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperkuat struktur ekonomi dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN swasta. Sebelumnya, pada Maret lalu, BI juga memutuskan untuk mempertahankan BI rate di level 7,5 persen.
Ini adalah kelima kalinya secara berturut-turut BI mempertahankan tingkat suku bunga. Terakhir kali BI menaikkan suku bunga yakni sebesar 25 basis poin pada November lalu. Bank Indonesia terus memantau perekonomian global, khususnya moneter, untuk dijadikan acuan dalam penetapan suku bunga acuan (BI Rate), selain mempertimbangkan indikator makro di dalam negeri.
"Suku bunga acuan tetap kami review dari bulan ke bulan, kami lihat bagaimana perkembangan inflasi, neraca pembayaran, pertumbuhan ekonomi maupun kredit dan juga arah dari pergerakan kebijakan moneter global, The Fed maupun emerging market," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Kompleks Perkantoran BI di Jakarta, Jumat.
Perry menuturkan, faktor internal dan eksternal tersebut akan dibahas oleh dewan gubernur dan menjadi dasar acuan bagi bank sentral untuk menetapkan besaran BI Rate. "Kami akan pantau dan itu tetap menjadi dasar bagaimana kami merumuskan kebijakan moneter, baik suku bunga, nilai tukar maupun yang lain-lain," kata Perry. Sejauh ini, lanjut Perry, BI sudah mengantisipasi dampak yang mungkin muncul akibat rencana The Fed yang akan kembali melakukan tapering-off sebesar 10 miliar dolar AS per bulan.
"Pada akhir tahun ini, masalah stimulus moneter sudah habis. Sehingga, pada tahun depan diperkirakan kenaikan Fed fund rate sekitar satu persen dan sekitar dua persen di 2016," ujar Perry. Perry mengatakan, beberapa waktu terakhir kondisi perekonomian domestik menunjukkan perkembangan positif, sehingga hal ini berpengaruh pada penguatan rupiah. Demikian pula dengan faktor global yang juga turut mempengaruhi terapresiasinya rupiah akibat besarnya dana asing yang masuk.
"Stance kami adalah, memastikan perkembangan nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental," kata Perry. BI sendiri akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa (8/4) mendatang.
No comments:
Post a Comment