Bank of America, yang berkantor pusat di Charlote, North Carolina, Amerika Serikat, sepakat membayar denda dan mengembalikan dana konsumen sebesar US$ 783 juta atau sekitar Rp 8,8 triliun. Hal itu berkaitan dengan kasus informasi menyesatkan terhadap pemegang kartu kredit.
Menurut Badan Perlindungan Keuangan Konsumen (Consumer Financial Protection Bureau) Amerika Serikat, dari angka total kewajiban itu, sekitar US$ 738 juta (Rp 8,3 triliun) merupakan dana kompensasi yang harus dibayarkan kepada pemegang kartu kredit yang dirugikan. Sisanya, US$ 45 juta (Rp 510 miliar), merupakan denda yang harus dibayarkan kepada regulator.
Bank ini melakukan praktek penjualan dan pemasaran kartu kredit untuk produk “Perlindungan Identitas” pada 2010–2012 yang dianggap menyesatkan. Ada sekitar 3 juta pemegang kartu kredit yang terkena dampak praktek penyebaran informasi yang tidak benar dari pemasaran kartu kredit tersebut.
Direktur Consumer Financial Protection Bureau, Richard Cordray, mengatakan Bank of America telah melakukan penipuan dalam praktek pemasaran dan penjualan. “Berdalih untuk melindungi data nasabah dari pencurian melalui produk Perlindungan Identitas, bank memberikan tagihan yang tidak adil kepada pemegang kartu kredit,” kata Cordray.
Dia menambahkan, untuk produk perlindungan identitas, bank mengutip biaya US$ 12,99. “Namun banyak nasabah yang mengklaim bahwa mereka tidak merasakan manfaat sama sekali. Bahkan, mereka mengaku sulit mendapatkan akses informasi ihwal produk itu,” dia menjelaskan.
Namun, juru bicara Bank of America, Tony Allen, menyangkal semua tuduhan tersebut. Ia menyatakan pihaknya telah menghentikan pemasaran produk perlindungan identitas sejak Desember 2011 dan membatalkan produk kartu kredit pada Agustus 2012.
Bank of America juga pernah menghadapi kasus yang berhubungan dengan efek beragun hipotek atau krisis kredit perumahan yang berdampak krisis finansial pada 2008. Bank ini terkena sanksi denda US$ 9,5 miliar yang harus dibayarkan kepada Fannie Mae dan Freddie Mac karena memberikan informasi yang menyesatkan tentang penerbitan efek beragun aset.
No comments:
Post a Comment