Bank Indonesia (BI) sering menerima pengaduan masyarakat terkait sistem pembayaran. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BU Rosmaya Hadi mengatakan, sebagian besar pengaduan nasabah terkait sistem pembayaran berupa kartu kredit.
"Paling banyak pengaduan di kartu kredit adalah perhitungan bunga. Bunga kartu kredit sebetulnya tidak boleh bunga berbunga. Bunga yang belum terbayar tidak boleh diikutkan di perhitungan bulan selanjutnya. Ini yang banyak terjadi," kata Rosmaya di Kantor Pusat BI, Jumat (21/2/2014).
Di samping itu, permasalahan lain terkait kartu kredit diakui Rosmaya adalah tentang penagih utang alias debt collector. Nasabah yang mengadu ke BI sering mempermasalahkan penagih utang yang galak. "Kemudian debt collector yang kasar misalnya. Padahal aturan ini kan sudah diatur oleh BI. Termasuk juga tidak boleh penagihan utang dilakukan di atas jam 8 malam," ujar Rosmaya.
Untuk menanggapi laporan dan pengaduan masyarakat, Rosmaya mengaku, BI melakukan sejumlah langkah. Setelah menerima laporan nasabah, BI akan mengkonfirmasi kepada pihak bank yang bersangkutan. "Setelah kita menerima pengaduan, kita minta konfirmasi ke pihak bank. Dia nanti kasih tanggapan lalu kita analisis. Kalau perlu dipertemukan (nasabah dengan bank), kita pertemukan. Kita sudah ada beberapa kali mempertemukan," jelas dia.
Rosmaya merinci pengaduan sistem pembayaran yang diterima BI sebagian terkait kartu kredit sebesar 86 persen, 4 persen kartu ATM, 4 persen transfer dana, 2 persen pedagang valuta asing, 2 persen Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System, danSistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) 1 persen dan lainnya 1 persen.
Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat membuat nilai dan volume transaksi dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) pun meningkat. APMK tersebut terdiri atas kartu ATM dan/atau kartu debet serta kartu kredit.
Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) tahun 2013 yang baru-baru ini diterbitkan Bank Indonesia (BI) menunjukkan nilai transaksi melalui APMK sepanjang tahun 2013 mencapai Rp 4.020,7 triliun. Angka ini meningkat 23,1 persen dibandingkan tahun 2012 yang mencapai Rp 3.266,9 triliun.
"Peningkatan nilai transaksi melalui APMK menunjukkan bahwa konsumsi masih cukup kuat. Konsekuensinya meningkatkan nilai transaksi pembayaran," tulis BI dalam LPI 2013. Sementara itu, nilai transaksi menggunakan kartu ATM dan kartu ATM/debet sepanjang tahun 2013 mencapai Rp 3.797,4 triliun, meningkat 23,9 persen dibandingkan tahun 2012 yang mencapai Rp 3.065,9 triliun.
Menurut BI, peningkatan ini didukung oleh meningkatnya jumlah kartu ATM/debet yang beredar, yakni mencapai 89,5 juta kartu pada tahun 2013, sementara tahun 2012 hanya 77,8 juta kartu. Adapun transaksi pembayaran dengan kartu kredit pun tercatat meningkat pada tahun 2013.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 223,4 triliun, tumbuh 10,7 persen dibanding tahun 2012 yang mencapai 201,8 persen. Peningkatan tersebut, menurut BI, didukung oleh peningkatan jumlah kartu kredit yang beredar, yakni 15,1 juta kartu pada tahun 2013 dibandingkan 14,8 juta pada tahun 2012.
"Jika dikaitkan dengan pertumbuhan perekonomian, sejak awal tahun 2012 hingga akhir tahun 2013, tren pertumbuhan nilai transaksi kartu kredit selalu seiring dengan tren pertumbuhan PDB. Hal ini mengindikasikan kartu kredit merupakan salah satu alternatif instrumen pembayaran non-tunai yang menunjang kelancaran perekonomian, khususnya perekonomian," tulis BI.
No comments:
Post a Comment