PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menguasai 100 persen saham PT IndoMeat Coal (IMC) di Kalimantan dari perusahaan asal Australia, BHP Billiton, demi menggarap potensi kebutuhan baja dalam jangka panjang. Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thohir menjelaskan, dengan akuisisi saham tersebut, perusahaannya menguasai tujuh lahan tambang, di mana enam di antaranya mengandung coking coal.
Coking coal merupakan batu bara dengan kalori yang lebih tinggi dibandingkan dengan batu bara biasa atau thermal coal. Batu bara tersebut merupakan salah satu bahan utama dalam peleburan baja. Garibaldi mengatakan, kebutuhan baja bakal meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang sarat dengan pembangunan infrastruktur. Kebutuhan itu, lanjutnya, ditopang oleh permintaan dari masyarakat kelas menengah di Indonesia.
"Tidak ada set coking coal sebagus ini. Jadi kami pikir kenapa tidak melakukan akuisisi? Saya memutuskan berani, kami ambil, kami percaya prospek Indonesia. Kami putuskan dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang 5-6 persen," katanya, Kamis (9/6). Ia mengungkapkan, seiring banyaknya permintaan baja, beberapa perusahaan manufaktur dalam negeri banyak membutuhkan coking coal. Selama ini, lanjutnya, perusahaan tersebut masih melakukan impor coking coal.
"Jika permintaan baja naik, otomatis permintaan coking coal juga naik. Krakatau Steel salah perusahaan yang butuh coking coal. Selama ini mereka masih impor dari Australia. Kalau ada kami, nanti lebih mudah, hanya dari Kalimantan ke Jawa," ungkapnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Adaro telah memiliki 25 persen saham IMC yang diakusisi dengan nilai US$350 juta-US$400 juta pada tahun 2010. Dengan kondisi industri batu bara yang sedang tidak baik, Adaro lantas mengakuisisi 75 persen saham dengan nilai US$120 juta dengan menggunakan dana internal.
"Akuisisi 75 persen jauh lebih murah, karena value-nya jatuh. Tapi, US$120 juta dengan kondisi sekarang juga enggak bisa dibilang murah," tambahnya. Usai akuisisi selesai, Garibaldi mengatakan jajarannya akan fokus memaksimalkan produksi tambang yang ada. Pasalnya, ia menilai produksi batu bara IMC masih minim dan belum maksimal.
"Kami ada tujuh tambang di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Itu yang mungkin mau fokus dulu. Kapasitas 1 juta ton, tapi produksi setahunnya baru 400 ribu ton. Kami akan pelan-pelan tingkatkan sampai 1 juta," katanya. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menyatakan bakal menggunakan kas internal untuk memboyong saham di tujuh perusahaan batubara milikBHP Billiton dengan nilai transaksi mencapai US$120 juta.
Febriati Nadira, Head of Corporate Communication Division Adaro mengatakan, perusahaan melakukan penandatanganan perjanjian jual beli saham atau Share Sale Agreement (SSA) melalui dua anak usahanya PT Alam Tri Abadi, Coaltrade Services International Pte Ltd, dengan BHP Minerals Holdings Pty Ltd. dan BHP Minerals Asia Pasific.
“Sebelumnya kan kami sudah punya saham 25 persen di sana. Sekarang kami beli sisanya 75 persen. Jadi kami menguasai penuh,” kata perempuan yang biasa dipanggil Ira ini. Adapun perjanjian jual beli saham tersebut termasuk juga pengambilalihan kepemilikan atas seluruh BHP Mineral Holdings Pty Ltd dan BHP Minerals Asia Pasific Pty Ltd pada Maruwai Coal, PT Juloi Coal, PT Kalteng Coal, Sumber Barito Coal. Lahai Coal, PT Ratah Coal dan PT Pari Coal.
Perseroan menyatakan, nilai transaksi mencapai US$120 juta. Transaksi akan menjadi efektif setelah terpenuhinya persyaratan-persyaratan dalam SSA, termasuk diantaranya persetujuan yang diperlukan dari Pemerintah Republik Indonesia. “Dana transaksi sepenuhnya dari kas internal. Posisi kas kami masih sangat mencukupi,” kata Ira. Untuk diketahui, per 31 Maret 2016, posisi kas dan setara kas Adaro tercatat sebesar US$709,4 juta. Jumlah tersebut naik tipis 0,99 persen dari US$702,45 juta di periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun kas Adaro dalam dolar AS paling banyak disimpan di PT Bank OCBC NISP Tbk sebesar US$393,34 juta. Jumlah itu diikuti simpanan dolar AS di PT CIMB Niaga Tbk sebesar US$100,42 juta. Selain mencaplok saham perusahaan batubara, Adaro melalui PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) baru saja mencapai kesepakatan pembiayaan (financial close) untuk proyek pembangkit listrik 2x1.000 megawatt di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Untuk diketahui, acara penandatanganan financial closing tersebut diundur dari jadwal seharusnya, Rabu (8/6). Hal itu disebabkan keinginan Presiden Joko Widodo untuk hadir menyaksikan. “Ini kami baru saja selesai acara financial closing PLTU Batang. Tadi ada Presiden Jokowi ikut menyaksikan,” ujar Ira.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjelaskan proyek PLTU Batang merupakan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan investasi senilai US$4,2 miliar. Menurutnya, PLTU Batang merupakan proyek KPPU Listrik terbesar di Asia yang menggunakan teknologi ultrasuper critical yang lebih efisien.
"(PLTU Batang) merupakan proyek KPBU kelistrikan pertama yang mencapai financial close," ujar Darmin. Darmin menganggap, financial closing PLTU Batang sebagai keberhasilan dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha nasional dan Jepang, dengan dukungan perbankan. "Dengan telah tercapainya financial closing ini, pembangunan fisik proyek dapat segera dimulai dengan target operasional pada 2019," tuturnya.
PLTU Batang merupakan proyek KPBU yang dipercayakan kepada PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), yang merupakan anak usaha PT Adaro Energy Tbk, sebagai kontraktor pelaksananya. Dari total kebutuhan investasi yang mencapai US$4,2 miliar, BPI siap menanggung 20 persen biaya. Sementara itu, sisanya disediakan oleh Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sebesar US$1,92 miliar (48 persen dari biaya investasi) dan konsorsium bank sebesar US$1,28 miliar (32 persen dari nilai investasi).
No comments:
Post a Comment