Friday, June 24, 2016

Imbas Brexit, Rupiah dan IHSG Kompak Terjun Bebas

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah kompak melemah menyusul perhitungan suara sementara dari referendum Britania Raya yang memenangkan kubu pendukung Brexit.  Reuters mencatat, IHSG sejauh ini anjlok 1,33 persen ke level 4,809.28, sedangkan rupiah terkoreksi 1,6 persen menjadi Rp13.375 per dolar AS.

Koreksi negatif juga terjadi di seluruh bursa saham Asia. indeks saham Nikkei di Jepang anjlok 8,21 persen, sedangkan indeks Hang Seng di Hong Kong turun 4,7 persen.  Indeks saham utama Australia, ASX tercatat melemah 2,85 persen, menyusul kemudian ideks KOSPI di korea terjerembab 4,51 persen.  Sementara di Singpura, indeks saham Straits Times minus 2,58 persen.

Aldian Taloputro, Analis Mandiri Sekuritas mengatakan, efek dari Brexit akan sangat terasa di pasar keuangan. Pasalnya, pelaku pasar sangat menanti langkah selanjutnya dari Pemerintah Inggris jika hasil referendum memenangkan kubu pendukung Brexit.  "Yang paling terpengaruh adalah pasar uang karena menimbulkan risk aversion (ketakutan) baru," ujarnya .

Selain berdampak ke internal Inggris, kata Aldian, Brexit juga menimbulkan risiko baru bagi perekonomian Uni Eropa. Sebab, jika Inggris berhasil keluar dari Uni Eropa, maka dapat memicu negara-negara lain di kawasan Benua Biru menggelar referendum serupa.  "Namun yang paling terpukul adalah Poundsterling, jatuhnya paling dalam," tuturnya.  Sementara ke Indonesia, Aldian meyakini dampak Brexit tidak akan terlalu besar. Meski IHSG dan Rupiah mengalami koreksi, tetapi ia memperkirakan fenomena ini tidak akan berlangsung alma.

"untuk hari ini mungkin masih akan terkena sentimen negatif ya," kata Aldian.  Menurutnya, hubungan dagang Indonesia dengan Inggris sangat kecil, yakni hanya sekitar 1 persen dari total nilai ekspor dan impor Indonesia. Namun ke Uni Eropa, lanjutnya, skala dagangnya cukup lumayan, yakni sekitar 10 persen dari nilai ekspor dan impor secara keseluruhan.

Keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) membuat pelaku pasar khawatir. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas di sesi I perdagangan pada akhir pekan ini, bersamaan dengan jebloknya bursa saham regional Asia. Seperti dilansir BBC, kubu pihak yang memilih untuk keluar dari Uni Eropa telah memenangkan referendum. Hingga pukul 12.00 WIB, 16,99 juta warga Inggris memilih untuk keluar, menang dari 15,81 juta orang yang memilih untuk tetap menjadi bagian dari Uni Eropa.

Hal tersebut nyatanya membuat pelaku pasar saham dunia khawatir, khususnya indeks bursa kawasan Asia, yang telah memulai perdagangannya. Indeks Nikkei 225 Jepang terpantau amblas 8,32 persen, indeks Hang Seng Hong Kong terjun 4,78 persen, dan indeks Kospi Korea turun 3,47 persen.

Dari dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan jeblok 2,28 persen ke level 4.763 pada sesi I perdagangan Jumat (24/6), dari level 4.874 di penutupan sebelumnya. Data RTI Infokom mencatat, sebanyak 250 saham melemah, 53 saham tidak bergerak, dan hanya 42 saham yang menguat.

Nilai transaksi perdagangan sepanjang sesi I mencapai Rp2,83 triliun dengan volume sebanyak 3,63 miliar lembar saham dan frekuensi 147.210 kali. Adapun pemodal asing mencatatkan aksi jual bersih senilai Rp34,3 miliar di pasar reguler. Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, kenyataan hasil referendum mengejutkan pelaku pasar. Menurutnya, kendati secara fundamental Indonesia tidak terpengaruh, tetapi secara sentimen pasti akan terkena imbas.

“Secara fundamental memang enggak berpengaruh. Tapi kalau bursa global rontok, tetap saja IHSG bakalan kena juga,” katanya. Pada pagi ini, lanjutnya pemodal asing sebenarnya tetap dalam posisi beli, dengan intensitas kurang lebih sama dengan kemarin. Akan tetapi, kata Satrio, pasar ketakutan akan issue Brexit dan membuat IHSG melanjutkan tren turun yang kemarin sudah muncul.

“Sejauh ini ada level support di 4.789. Akan tetapi konsolidasi sampai 4.740-4.750 sebenarnya masih terlihat normal,” jelasnya. Satrio menjelaskan, jika pasar bereaksi negatif terhadap Brexit, maka aksi jual karena panic (panic selling) sepertinya akan terjadi di awal sesi 2, dan pada perdagangan besok pagi di bursa global. Menurutnya, pasar hanya bisa ditenangkan ketika sudah ada pernyataan yang menenangkan dari Pemerintah Inggris.

“Satu hal yang saya tanamkan adalah, sentimen Brexit ini hanya sentimen bukan fundamental. Kalau sentimen itu nanti berarti rebound-nya cepat. Problemnya, memang bottom-nya [level dasar] dekat? Memang bottom-nya di mana? Itu yang akan kita lihat dalam beberapa hari mendatang,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menganggap langkah keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa merupakan histeria yang sering terjadi dalam kegiatan pasar dunia. "Market kan begitu, selalu ada histerianya, ada reaksi berlebih yang sebenarnya tidak mudah dimengerti, ya, ini termasuk histeria itu," ungkap Darmin, Jumat (24/6). Ia mencontohkan Indonesia, meski sudah terbiasa menghadapi krisis tetapi tetap terpukul ketika terjadi gonjang-ganjing di pasar global. Kendati demikian, Indonesia tetap bisa mencari solusi dan keluar dengans elamat.

"Dulu saat suku bunga Amerika makin tinggi, juga gonjang-ganjing. Padahal, tidak jadi, tapi kita sudah dibuat babak belur dengan hal ini," ujar Darmin mencontohkan. Demikian halnya dengan Brexit, kata Darmin, sekalipun dampaknya terasa hingga ke Indonesia tetapi diyakini tidak akan terlalu lama. Sebab, episentrum dari permasalahan ini berada jauh di Britania Raya, sehingga yang akan sangat terganggu adalah perdagangan Inggris dengan negara-negara di Eropa.

Menurutnya, selama ini Inggris dikenal sebagai negara industri yang kuat dan memiliki banyak hubungan perdagangan dengan negara-negara di Eropa, seperti halnya Perancis. Sehingga hubungan perdagangan Inggris dan Uni Eropa akan bergejolak jika Inggris positif melangkah keluar atau Brexit.  Namun, Darmin memastikan, hubungan dagang Indonesia dengan Inggris tetap bisa berjalan secara personal.

"Kita sedang negosiasi, bersama Kemendag, dengan Uni Eropa. Kalau Inggris keluar, ya berarti Inggris tidak ikut. Jadi kalau ada hubungan dengan Inggris, ya, kita bisa langsung ke Inggrisnya," tutup Darmin. Tak jauh berbeda dengan Darmin, pengamat ekonomi Yanuar Rizky mengatakan Indonesia harus terbiasa dengan permainan isu yang silih berganti mewarnai pasar keuangan dunia.

“Pasar keuangan akan menghasilkan jika dia bergerak. Nah, untuk bergerak ini ada batasnya kalau secara teknikal, kalau ingin ada penggerak jadi dibutuhkan isu. Ini sudah umum dan Indonesia harus bisa mengatasi dampak dari isu pergerakan pasar dunia,” jelas Yanuar. Ia menyadari bahwa Brexit akan berdampak pula pada perekonomian Indonesia. Sebab, uang beredar di pasar modal Indonesia dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral di negara maju sehingga apapun yang terjadi di pasar keuangan global akan memberi dampak, misalnya gejolak nilai tukar.

“Kalau ada gejolak ke nilai tukar tentu akan mempengaruhi harga. Jadi kita dihadapkan bukan hanya pada permasalahan fiskal juga permasalahan harga,” tutur Yanuar. Menurutnya, dampak ini dapat lebih buruk karena Indonesia tengah memiliki permasalahan cash flow dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, Indonesia harus terbiasa dengan isu yang menggerakkan pasar dunia dan memiliki kebijakan yang dapat segera mengatasinya.

Namun, Yanuar menekankan, keluarnya Inggris dari Uni Eropa hanya akan merugikan Inggris dan berpotensi menyebabkan banyak permasalahan seperti ketika krisis keuangan 2008 yang bermula dari New York.  “Kalau keluar saya rasa pasar keuangan Inggris akan menyempit karena selama ini kerap ditopang dengan hubungan perdagangan antarnegara Eropa,” tutup Yanuar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah terimbas keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Indeks turun sebesar 39,74 poin (0,81 persen) ke level 4.834 setelah bergerak di antara 4.754-4.884 pada Jumat (24/6).

Sementara di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah melemah 143 poin (1,08 persen) ke Rp13.391 per dolar AS, setelah bergerak di kisaran Rp13.218-Rp13.530. Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan, kenyataan hasil referendum mengejutkan pelaku pasar. Menurutnya, kendati secara fundamental Indonesia tidak terpengaruh, tetapi secara sentimen pasti akan terkena imbas.

“Secara fundamental memang enggak berpengaruh. Tapi kalau bursa global rontok, tetap saja IHSG bakalan kena juga,” katanya. Pada pagi ini, lanjutnya pemodal asing sebenarnya tetap dalam posisi beli, dengan intensitas kurang lebih sama dengan kemarin. Akan tetapi, kata Satrio, pasar ketakutan akan issue Brexit dan membuat IHSG melanjutkan tren turun yang kemarin sudah muncul.

“Sejauh ini ada level support di 4.789. Akan tetapi konsolidasi sampai 4.740-4.750 sebenarnya masih terlihat normal,” jelasnya. Aldian Taloputro, Ekonom Mandiri Sekuritas mengatakan, efek dari Brexit akan sangat terasa di pasar keuangan. Pasalnya, pelaku pasar sangat menanti langkah selanjutnya dari Pemerintah Inggris.  "Yang paling terpengaruh adalah pasar uang karena menimbulkan risk aversion (ketakutan) baru," ujarnya.

RTI Infokom mencatat, investor membukukan transaksi sebesar Rp 6,41 triliun dengan volume 7,59 miliar lembar saham. Di pasar reguler, investor asing membukukan transaksi jual bersih (net sell) Rp 23,5 miliar. Sebanyak 61 saham naik, 228 saham turun, dan 83 saham tidak bergerak. Sementara sembilan dari 10 indeks sektoral melemah. Pelemahan terbesar dialami oleh sektor aneka industri yang melemah sebesar 3,25 persen.

Dari Asia, mayoritas indeks saham bergerak melemah. Kondisi itu ditunjukkan oleh indeks Nikkei225 di Jepang yang turun sebesar 7,92 persen, indeks Kospi di Korsel turun sebesar 3,09 persen, dan indeks Hang Seng di Hong Kong turun sebesar 2,92 persen. Sore ini, mayoritas indeks saham di Eropa bergerak melemah sejak dibuka tadi siang. Indeks FTSE100 di Inggris turun 4,45 persen, indeks DAX di Jerman turun 5,91 persen, dan indeks CAC di Perancis turun 6,90 persen

Bank Indonesia (BI) menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan pelaku pasar memindahkan dananya ke negara yang diyakini aman (flight to quality), akibat keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). “Kami melihat ini adalah sesuatu yang wajar karena memang ada suatu flight to quality,” tutur Gubernur BI Agus DW Martowardojo saat ditemui di kantor BI, Jumat (24/6).

Hingga kemarin, kata Agus, nilai tukar rupiah masih berada di level Rp13.260 per dolar AS, dan secara tahun berjalan telah menguat 4 persen. Tetapi hari ini, Reuters mencatat rupiah sempat menyentuh level Rp13.425 per dolar AS. Sebagai informasi, kubu pendukung Brexit memenangkan hasil referendum dengan meraup 51,9 persen suara.

Hasil referendum yang memenangkan kubu pendukung Brexit, tidak hanya menekan rupiah tetapi juga sejumlah mata uang negara lain. Pound sterling, hari ini di pasar keuangan tertekan di kisaran 10 hingga 11 persen. Pelemahan itu, kata Agus, terendah selama 30 tahun terakhir. “Euro juga melemah, tetapi pelemahannya sekitar satu hingga dua persen,” ujarnya. Menurut Agus, saat ini pasar dalam kondisi risk off di mana pelaku pasar cenderung menghindari risiko, kemudian menarik dananya dan menaruhnya di negara yang dinilai aman. Berdasarkan pengamatannya, negara yang diminati pelaku pasar ada Amerika Serikat dan Jepang.

“Banyak mata uang yang tertekan tetapi kita lihat dolar AS dan yen ada penguatan. Itu menunjukkan bahwa mereka (AS dan Jepang) menjadi tempat yang diminati pada saat situasi risk off ini,” kata Mantan Menteri Keuangan ini. Lebih lanjut, Agus meyakini pelemahan rupiah hanya akan terjadi sementara. Hal itu didukung oleh perekonomian Indonesia yang disebutkan tengah dalam kondisi prima dengan tingkat inflasi yang terjaga.

“Selain itu, hubungan perdagangan antara Indonesia dan Inggris tidak terlalu besar dari sisi ekspor dan impor meskipun dampak keuangannya ada dalam bentuk aliran dana (keluar) tadi,” ujarnya.

Agus mengingatkan, hasil referendum Brexit tidak bisa langsung mengakibatkan Inggris keluar dari Uni Eropa. Ia menjelaskan, setelah referendum, Inggris harus membuat pernyataan resmi kepada Uni Eropa untuk keluar. Hal itu akan diikuti proses negosiasi yang membutuhkan waktu setidaknya dua tahun. Selanjutnya, Agus menegaskan BI akan selalu berada di pasar untuk menjaga kestabilan rupiah sehingga Brexit tidak berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia.

No comments:

Post a Comment