Bank Indonesia (BI) mencatat sebanyak 30 bank tidak menjalankan fungsi intermediasi yang baik. Hal tersebut diketahui BI dengan mengukur rasio berapa banyak pinjaman yang diberikan dibandingkan dana pihak ketiga yang masuk dalam neraca bank (loan to funding ratio/LFR) seluruh bank tersebut.
Bank sentral menemukan, perbankan yang dinilai patuh menjalankan fungsi intermediasi memiliki LFR di rentang 78-92 persen. Sementara 30 bank diketahui memiliki LFR lebih rendah, yang menandakan bank tersebut tidak gemar memberikan pinjaman kepada masyarakat meskipun banyak menghimpun DPK.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta mengatakan bank dengan intermediasi rendah ini akan dikenakan disinsentif berupa denda. "Perhitungan dendanya LFR batas bawah dikurangi capaian LFR bank kemudian dikali koefesien 0,1 dan dikali total Dana Pihak Ketiga (DPK) bank tersebut," tutur Filianingsih, dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (21/6).
Indikator lain yang dicatat BI, bank tersebut sebenarnya memiliki kecukupan modal inti (CAR) yang rata-rata baik. Sehingga seharusnya tidak ada alasan untuk tidak menyalurkan kredit. Meski demikian, Filianingsih bersyukur masih ada lebih banyak bank yang memiliki rasio LFR sesuai dengan ketentuan sebanyak 40 bank, dan bahkan melebihi ketentuan sebanyak 32 bank.
Mulai Agustus 2016, BI berencana menaikkan batas bawah LFR dari 78 menjadi 80 persen. Sedangkan batas atas tetap dipertahankan di 92 persen untuk menjaga prinsip kehati-hatian pengelolaan likuiditas bank. Penaikkan batas bawah LFR ini juga tidak lepas dari lambatnya pertumbuhan kredit di Indonesia yang disebabkan tidak hanya dari minimnya permintaan masyarakat, namun juga dari pihak bank yang mempersulit penyalurannya.
Hingga April 2016, BI mencatat pertumbuhan kredit perbankan hanya 8 persen dibandingkan tahun lalu. Hal itu juga yang membuat Bank Sentral menurunkan target pertumbuhan kredit menjadi 10-12 persen dari 12-14 persen.
No comments:
Post a Comment