Tuesday, June 28, 2016

Tax Amnesty UMKM Dengan Kekayaan 10 Milyar Terkena Tarif Tebusan 0,5% dan 2%

Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak menyepakati dua skema tarif tebusan amnesti pajak bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yakni 0,5 persen dan 2 persen dari nilai aset. Besaran tarif itu menyesuaikan dengan nilai aset dari UMKM.

Dalam rapat kerja Komisi XI DPR yang baru saja digelar, DPR dan pemerintah menyepakati dua skema tarif dan dua kriteria UMKM, dengan pendapatan kurang dari Rp4,8 miliar per tahun, berdasarkan aset terkait dengan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak.  Kategori pertama, UMKM dengan nilai aset kurang dari Rp10 miliar bisa mengajukan permohonan amnesti pajak, dengan syarat membayar uang tebusan sebesar 0,5 persen dari total aset yang dilaporkan.

Tarifnya menjadi lebih besar, yakni 2 persen, bagi pelaku UMKM yang memiliki aset lebih dari Rp10 miliar.  "Tarif tebusan aset UMKM itu selama masa berlakunya UU (Tax Amnesty) ini," tutur Supriyatno, Ketua Panja RUU Tax Amnesty sekaligus anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra, Senin(27/6).

Menurutnya, tarif tebusan bagi UMKM itu lebih rendah jika dibandingkan dengan tarif normal yang dikenakan bagi para pengemplang pajak,baik yang hanya mendeklarasikan harta maupun yang merepatriasi asetnya. Kesepakatan tarif tersebut dibuat guna membantu UMKM yang ingin memanfaatkan tax amnesty. "Kita kan membantu UMKM supaya UMKM yang kesulitan bisa repatriasi aset," ujarnya.

Sebelumnya, Tim Perumus RUU Pengampunan Pajak menyepakati tarif tebusan secara berjenjang, menyesuaikan dengan periode pengajuan permohonan amnesti pajak. Untuk wajib pajak yang hanya melaporkan kekayaannya (deklarasi) dikenakan tarif 4 persen untuk periode pelaporan tiga bulan pertama. Tarifnya naik menjadi 6 persen untuk kuartal kedua dan menjadi 10 persen jika permohonan diajukan pada tiga bulan terakhir.

Lalu bagi pemohon tax amnesty yang melakukan deklarasi sekaligus repatriasi aset, Tim Perumus menyepakati tarif sebesar 2 persen untuk masa pengajuan di kuartal pertama. Tarifnya naik masing-masing menjadi 3 persen dan 5 persen untuk periode pengajuan tax amnesty kuartal II dan III. Lembaga kajian kebijakan Para Syndicate menyatakan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak harus menjadi kerangka kepentingan nasional yang lebih besar, yakni membangun reformasi perpajakan.

"Harus ada kerangka kepentingan nasional yang lebih besar untuk membangun reformasi perpajakan, dan membangun sistem Undang-undang perpajakan yang berkeadilan dan memiliki kepastian hukum," ujar Ari Nurcahyo, Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Minggu (19/6).

Menurut Ari, pihaknya tidak pro maupun kontra, sejauh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dapat melaksanakan dan menjamin terkait kebijakan tax amnesty tersebut. "Karena apakah presiden bisa menerapkan sistem blusukan dalam pelaksanaan tax amnesty nantinya, ketika pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan dan jalan tol presiden bisa melakukan blusukan untuk memastikan apakah prosesnya berjalan sesuai dengan arahan dan pentahapan," tuturnya.

Ia juga mengajak semua pihak bersama-sama mengkritisi kebijakan tax amnesty yang diharapkan bukan menjadi ajang pemutihan pajak dan juga bukan membuka potensi terhadap skandal keuangan. "Karena, kami berharap ke depan pembangunan masih bisa berjalan dan kita masih tetap mencintai demokrasi yang sudah dibangun susah payah yang bertujuan mensejahterakan rakyat," ucap Ari.

Pemerintah memperkirakan, wajib pajak yang mendaftar kebijakan pengampunan pajak akan mendeklarasikan asetnya di luar negeri hingga Rp4.000 triliun, dengan kemungkinan dana repatriasi yang masuk mencapai kisaran Rp1.000 triliun dan uang tebusan untuk penerimaan pajak Rp160 triliun.

Menurut rencana, kebijakan pengampunan pajak akan dilaksanakan pada 1 Juli 2016, seusai pembahasan RUU Pengampunan Pajak, yang saat ini berada dalam tahapan rapat panitia kerja (Panja) pemerintah dengan DPR RI. Selain itu, pemerintah menempatkan tarif uang tebusan dalam "tax amnesty" menjadi dua tahap dikarenakan perkiraan jangka waktu hanya dari Juli hingga akhir Desember 2016.

Untuk tiga bulan pertama tarif dua persen untuk repatriasi dan empat persen untuk deklarasi. Sedangkan, tiga bulan berikutnya tarif tiga persen untuk repatriasi dan enam persen untuk deklarasi

No comments:

Post a Comment