Selain itu mereka juga menggunakan kata-kata diawasi oleh OJK agar lebih terlihat perusahaan tersebut memang legal. "Ada juga foto bersama dengan gubernur, foto sama anggota kita jadi seolah-olah legal ada juga yang mengatakan diawasi OJK. Kita nggak pernah awasi, mereka kita panggil," kata Tongam. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada tahun 2014 ada 262 perusahaan yang terindikasi melakukan investasi bodong. Namun, jumlahnya sekarang bertambah menjadi 406 perusahaan.
Oleh sebab itu, OJK terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan modus-modus yang dilakukan perusahaan investasi tersebut. "Sekarang yang kita sosisalisasi dan edukasi ke masyarakat tahun ini ke 12 daerah agar masyarakat nggak mudah tergiur, investasi bunga tinggi itu nggak mungkin pasti ada risiko, investasi pasti berisiko bunga tinggi itu nggak mungkin ada," tuturnya.
Kasus investasi dengan iming-iming bunga tinggi seakan tidak akan pernah ada habisnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sedikitnya ada 406 perusahaan yang diduga melakukan investasi 'bodong' dengan tawaran keuntungan bunga yang tak masuk akal. Tawaran keuntungan bunga itu cukup menggiurkan yaitu 5% per bulan atau 60% dalam setahun.
"Mereka tawarkan bunga profit 5% per bulan nggak masuk akal, tapi masuk rekening," ujar Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan Departemen Penyidikan OJK, Tongam L Tobing, di Hotel Aston Sentul, Bogor, Sabtu (4/6/2016). Selain dalam bentuk dana segar, investasi itu bisa dalam bentuk kegiatan keagamaan, maupun emas. Bukan itu saja, para pelaku investasi ini juga biasanya merekrut tokoh agama atau tokoh masyarakat agar masyarakat tertarik dan akhirnya ikut bergabung.
"Kemudian juga investasi emas Rp 100 juta datang pembeli emas ditunjukkan nanti ditawarkan investasi emasnya cuma satu sampai ribuan orang tergiur juga investasi umroh Rp 3,7 juta nggak masuk akal tapi ada yang berangkat, kelebihan investasi ini level pertama dan kedua untung, mereka juga dapat dukungan dari tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat," ungkap Tongam.
Tongam mencontohkan dua perusahaan investasi yang masuk dalam radar OJK, yaitu Cakra Buana Sukses dan Dream For Freedom. "Cakra Buana Sukses tawarkan bunga profit 5% per bulan nggak masuk akal. Dream for Freedom menawarkan bunga 1% per hari,nggak mungkin, besar banget," kata Tongam. Saat ini OJK terus melakukan sosialisasi ke masyarakat agar tidak mempercayai perusahaan investasi yang menawarkan bunga tinggi.
"Yang kita sosialisasikan ke masyarakat bunga tinggi itu nggak mungkin pasti ada risiko, investasi pasti berisiko bunga tinggi itu nggak mungkin ada," tuturnya.
Ciri-ciri investasi bodong menurut OJK:
- Imbal hasil yang di luar batas kewajaran dalam waktu singkat
- Penekanan utama pada perekrutan
- Tidak dijelaskan bagaimana cara mengelola investasinya
- Tidak dijelaskan underlying usaha yang memenuhi asas kewajaran dan kepatutan di sektor investasi keuangan
- Tidak jelasnya struktur kepengurusan, struktur kepemilikan,struktur kegiatan usaha dan alamat domisili usaha
- Kegiatan yang dilakukan menyerupai money game dan skema ponzi. Menyebabkan terjadinya kegagalan untuk mengembalikan dana masyarakat yang diinvestasikan
- Bila ada barang, kualitas barang tidak sebanding dengan harganya.
- Bonus dibayar hanya bila ada perekrutan
"Kenapa investasi model ini masih marak karena orang Indonesia tuh masih banyak yang tergiur ditawari investasi bunganya tinggi ,imbalan tinggi. Mereka tawarkan bunga keuntungan 5%/bulan nggak masuk akal, tapi masuk rekening, bagaimana mungkin," ujar Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan Departemen Penyidikan OJK, Tongam L Tobing, di Hotel Aston Sentul, Bogor, Sabtu (4/6/2016)
Alhasl, banyak orang yang tertarik dan akhirnya ikut investasi tersebut. Apalagi pendaftarannya cukup mudah, tak perlu datang ke kantor perusahaan tapi cukup secara online saja. Untuk mengatasi masalah ini, OJK telah membentuk Satuan Tugas Waspada Investasi (Satgas Waspada Investasi) yang bertugas untuk mengidentifikasi kasus, menganalisis, dan melaporkan beberapa perusahaan investasi bodong. Saat ini, OJK mengidentifikasi 406 perusahaan yang diduga melakukan tindakan investasi ilegal dari sebelumnya ada 262 perusahaan pada tahun 2014.
Berbagai perusahaan investasi ini tidak memiliki izin dari OJK tetapi tak menutup kemungkinan perusahaan tersebut mendapatkan izin dari instansi lain. Selain itu, mereka menyelenggarakan berbagai macam model investasi mulai dari umroh, emas, voucher wisata dan lainnya.
"Merekrut orang baru dia dapat bayaran. Kemudian juga investasi emas Rp 100 juta, pembeli emas ditunjukkan emas, emasnya itu saja padahal nanti ditawarkan investasi emasnya cuma satu sampai ribuan orang tergiur. Investasi umroh Rp 3,7 juta nggak masuk akal tapi ada yang berangkat. Kelebihan investasi ini level pertama dan kedua untung, yang ke bawahnya merugi," terang Tongam.
Kasus investasi dengan keuntungan besar seakan tak pernah ada habisnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada tahun 2014 ada 262 perusahaan yang terindikasi melakukan investasi bodong. Sekarang jumlahnya justru bertambah. OJK mencatat jumlahnya meningkat menjadi 406 perusahaan. Perusahaan ini tidak mendapat izin dari OJK, namun tidak tertutup kemungkinan mendapat izin dari instansi lain.
"Pada tahun 2014 ada 262 perusahaan yang diindikasikan melakukan investasi ilegal, saat ini sudah 406 meningkat signifikan memang," kata Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan Departemen Penyidikan OJK, Tongam L Tobing, di Hotel Aston Sentul, Bogor, Sabtu (4/6/2016).
Meningkatnya jumlah perusahaan ini menurut Tongam disebabkan masih banyaknya masyarakat yang mudah tergiur untuk mendapatkan keuntungan yang besar."Orang Indonesia mudah tergiur dengan investasi dengan imbalan bunga tinggi. Ditawari yang pengembalian tinggi, masuk orang itu," ungkap Tongam.
Ia menambahkan perusahaan tersebut hanya memberikan keuntungan pada awalnya, namun hanya bertahan beberapa lama saja. Setelah itu, pemberian keuntungan bunga maupun bonus mandek. Hal ini terjadi karena mereka menggunakan skema ponzi dalam menjalankan bisnisnya. "Investasi ini untungnya pada level pertama dan kedua saja. Nanti kalau perusahaan nggak bisa bayar lagi (kasih keuntungan) mereka seolah-olah websitenya down, pembenaran sistem lah, padahal sudah nggak bisa bayar," jelas Tongam
No comments:
Post a Comment