Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) menyetujui rencana perusahaan untuk menerbitkan Obligasi Wajib Konversi (OWK) senilai Rp990,69 miliar. Dengan persetujuan ini, perusahaan bisa merestrukturisasi utang yang ada, dengan cara mengkonversinya menjadi modal saham baru.
Direktur Utama Bakrie & Brothers Bobby Gafur Umar mengatakan, hal tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan modal kerja bersih perseroan yang negatif akibat dari akumulasi beberapa kerugian besar di masa lampau. Selain itu, total liabilitas atau kewajiban telah mencapai 141 persen dari aset perseroan.
“Nantinya dengan dilaksanakan rencana transaksi ini, akan terja perbaikan pada sisi ekuitas perseroan. Ekuitas perseroan akan meningkat menjadi negatif Rp2,84 triliun yang disebabkan konversi OWK menjadi ekuitas perseroan,” ujarnya, Kamis (2/6). Selain itu, lanjutnya, pada sisi liabilitas jangka pendek perseroan, akan terjadi penurunan sebesar Rp990,69 miliar atau 8,14 persen menjadi sebesar Rp11,17 triliun.
“Tidak hanya itu, dengan dilaksanakannya rencana transaksi ini, perseroan diharapkan dapat menurunkan potensi beban bunga per tahun sebesar kurang lebih Rp85,85 miliar,” jelasnya. Direktur Keuangan Bakrie & Brothers Amri Aswono Putro mengatakan, OWK yang akan dikonversi menjadi saham baru perseroan ditetapkan sebanyak 19,81 miliar lembar atau sebesar 17,45 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh.
“Akan ada pengurangan utang sekaligus penambahan saham, dan ini akan membantu perseroan untuk memiliki rasio utang terhadap ekuitas yang lebih sehat, solid dan fleksibel,” katanya. Untuk diketahui, dalam aksi ini, tercatat terdapat lima kreditur yang piutangnya bakal ditukar dengan saham. Rinciannya, Daley Capital Limited senilai Rp430,36 miliar, Interventures Capital Pte Ltd sebesar Rp373,75 miliar, Smart Treasures Limited senilai Rp90,83 miliar, Harus Capital Limited sebesar Rp81 miliar, dan PT Maybank Kim Eng Securities senilai Rp14,73 miliar.
Grup Bakrie berharap adanya perbaikan kondisi ekonomi pasca Ramadan dan Lebaran yang didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah karena pasar global yang diprediksi masih lemah. Chief Executive Officer (CEO) PT Bakrie Global Ventura Anindya Bakrie mengatakan, ia berharap adanya pertumbuhan aktivitas ekonomi setelah Lebaran tahun ini. Terlebih, lanjutnya, pertumbuhan tersebut diharapkan datang dari dalam negeri.
"Harapannya setelah Lebaran ada growth. Konsumsi domestik bisa naik, karena kalau dilihat di pasar keuangan, rupiah masih akan melemah karena dolar AS bakal menguat," ujarnya. Selain itu, Anindya menyatakan pihaknya saat ini hanya mampu berharap dari penaikan konsumsi dalam negeri serta belanja pemerintah terutama di bidang infrastruktur. Pasalnya, ia memperkirakan kondisi pasar global masih melemah tahun ini.
"Harapannya cuma konsumsi domestik, government spending sama perbaikan infrastruktur. Kalau global saya kira masih lemah," jelasnya. Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat rupiah juga terdepresiasi terhadap dolar Australia dan Euro selama Juni 2015.
Nilai tukar eceran upiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada minggu terakhir Juni 2015 terdepresiasi 75,8 poin atau sekitar 0,58 persen dibanding kurs tengah pada minggu terakhir Mei 2015, Rp 13.177. “Pada minggu terakhir Juni terhadap minggu terakhir Mei terjadi depresiasi nilai tukar eceran rupiah terhadap dolar Amerika sebesar 0,58 persen atau 75,80 poin,” kata Kepala BPS Suryamin di kantornya, Kamis (15/7).
Pada periode tersebut, depresiasi terbesar terjadi di Provinsi Riau di mana rupiah terdepresiasi sebesar 190,42 poin atau 1,45 persen. Sementara itu, depresiasi nilai tukar eceran rupiah di Provinsi Maluku Utara tercatat sebagai yang terendah dengan turun sebesar 11,25 poin atau 0,09 persen.
Dari sisi kinerja, pada awal tahun ini perusahaan Grup Bakrie masih mengalami kontraksi performa. Induk usaha grup tersebut, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) mencetak rugi bersih Rp 302,47 miliar pada kuartal pertama tahun ini. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, BNBR meraup laba Rp 665,04 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan Bakrie & Brothers, pendapatan bersih perseroan tercatat menurun 36,9 persen menjadi Rp 1,57 triliun dari sebelumnya Rp 2,5 triliun pada kuartal I 2014. Sementara, beban perseroan meningkat menjadi Rp 1,83 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 1,7 triliun.
Akibatnya, Bakrie & Brothers menelan rugi sebelum pajak penghasilan mencapai Rp 254,3 miliar pada tiga bulan pertama tahun ini. Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya, perseroan mampu mencetak laba sebelum pajak hingga Rp 801,18 miliar.
Hingga 31 Maret 2015, total aset Bakrie & Brothers mencapai Rp 10,86 triliun dari akhir tahun lalu senilai Rp 11,29 triliun. Sementara itu, liabilitas perseroan tercatat turun tipis menjadi Rp 13,29 triliun dari Rp13,38 triliun.
No comments:
Post a Comment