Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan belum ada sama sekali Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi di Sumatera Utara. Padahal, LKM berfungsi sebagai intermediasi keuangan yang mampu menggerakkan aktivitas perekonomian dari tingkat desa. Dumoly F Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK mengatakan, otoritas mendorong pimpinan-pimpinan daerah di Sumatera Utara untuk turun ke tengah-tengah masyarakat menggiatkan pembentukan LKM.
“LKM kan modal minimalnya cuma Rp50 juta. Bikin dong. Pimpinan daerahnya harus aktif seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat. LKM bisa menjadi badan usaha milik desa,” ujarnya. Menurut dia, LKM akan menggerakkan perekonomian daerah mulai dari tingkat desa lewat aktivitas simpan, pinjam dan iuran anggota. LKM akan melayani masyarakat di tingkat desa yang belum tersentuh bank.
Dumoly menuturkan, per 13 Juni 2016, sebanyak 62 LKM telah mendaftarkan diri ke OJK. Adapun, 48 LKM di antaranya terdaftar sebagai LKM konvensional, sedangkan sisanya 14 LKM berprinsip syariah. Berdasarkan sebaran wilayahnya, saat ini, LKM yang terdaftar di OJK banyak berasal dari Bogor, Bengkulu, Lampung, Lombok Timur, Depok, Rembang, Kendal, Wonogiri, Sukabumi, Sumedang dan lain sebagainya.
“Sumatera Utara ini belum ada LKM sama sekali. Kami harap, pimpinan daerahnya menyadari kehadiran LKM akan mendongkrak perekonomian mulai dari tingkat desa. Secara nasional, kami harap LKM terdaftar sedikitnya bisa 100 LKM,” tutur Dumoly. Selain itu, dia menilai, LKM juga akan mendorong tujuan keuangan inklusif yang ingin dicapai OJK. Makanya, LKM harus memiliki status badan hukum. Untuk berbadan hukum, OJK sendiri memberikan kemudahan dan penyederhanaan perizinan.
Sesuai Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan LKM, batas akhir perizinan bagi LKM, yaitu 8 Januari 2016. Namun, sejak tenggat waktu yang ditetapkan, belum seluruh LKM mendaftarkan dirinya. Data yang dihimpun pemerintah sebelum Undang-undang LKM terbit, dua tahun lalu, menyebutkan, sekitar 670 ribu LKM dan koperasi tersebar di Indonesia.
Perum Jamkrindo Kantor Wilayah I membukukan volume penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp2,7 triliun per 16 Juni 2016. Sumatera Barat (Sumbar) menjadi provinsi paling banyak menyerap KUR dengan volume penjaminan Rp779 miliar. Diikuti oleh Sumatera Utara Rp633 miliar, Pekanbaru Rp602,4 miliar, Aceh Rp342 miliar, Balige Rp222 miliar, Tanjung Pinang Rp127 miliar, serta Batam Rp90 miliar.
“Volume penjaminan KUR ini porsinya mencapai 60 persen dari volume penjaminan Jamkrindo di Kanwil I. Sementara, sisanya merupakan penjaminan non-KUR,” tutur Dwi Priambodo, Kepala Kantor Wilayah I di kantornya, Kamis (16/6). Adapun, target volume penjaminan Jamkrindo di Kanwil I sebanyak Rp13,8 triliun hingga akhir tahun, baik untuk penjaminan KUR maupun non KUR. Hingga 16 Juni 2016, realisasi total volume penjaminan berkisar Rp5 triliun.
Dengan total volume penjaminan sebesar Rp5 triliun, Jamkrindo Kanwil I mencatat imbal jasa penjaminan (IJP) sebesar Rp82,506 miliar. Dari sisi klaim, Jamkrindo Kanwil I telah membayarkan klaim hingga Rp58 miliar. Secara keseluruhan, Jamkrindo di seluruh kanwil membukukan volume penjaminan sebesar Rp 48,22 triliun per 1 Juni 2016. Realisasi ini mencapai 40-45 persen dari target sebesar Rp115 triliun hingga akhir tahun.
Sebesar Rp20,40 triliun berasal dari penjaminan KUR, dan sisanya Rp27,81 triliun merupakan program penjaminan non-KUR, seperti komersial dan korporat. “Volume penjaminan kredit kami tumbuh berlipat-lipat ditopang oleh penyaluran KUR yang ditargetkan pemerintah naik nyaris lima kali lipat ketimbang tahun lalu. Proyeksi kami, KUR akan mencapai Rp50 triliun (volume penjaminannya) dan non KUR Rp65 triliun,” imbuh Diding S Anwar, Direktur Utama Jamkrindo.
IJP yang dikantongi mencapai Rp650,58 miliar. IJP ini baru berkisar 30 persen dari target IJP di sepanjang tahun yang sebesar Rp2 triliun dengan target laba sebesar Rp1 triliun.
No comments:
Post a Comment