Bisnis penjaminan di seluruh lembaga penjaminan di dunia melekat erat pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tak terkecuali di Indonesia, penjaminan kredit juga dimanfaatkan sebagai pendukung akses untuk mendapatkan status layak kredit.
Namun, di Indonesia, pamor bisnis penjaminan kredit belum populer layaknya bisnis bank atau asuransi. Padahal, di negara-negara lain di dunia, seperti Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan, bisnis penjaminan dimanfaatkan tidak cuma oleh kredit-kredit usaha baru, melainkan juga kredit usaha yang sudah mapan.
Di Indonesia sendiri, ada beberapa perusahaan yang ikut merilis produk penjaminan. Tetapi, cuma satu perusahaan yang bisnis intinya melakukan penjaminan kredit, yaitu Perum Jamkrindo. Sisanya, merupakan perusahaan penjaminan kredit daerah atawa Jamkrida di beberapa provinsi. Pada prinsipnya, penjaminan kredit memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM dalam memperoleh kredit dari bank maupun lembaga jasa keuangan non bank yang terkendala dengan agunan/jaminan.
UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia sepantasnya bisa mengembangkan usaha mereka dengan memperoleh jaminan dari pihak ketiga. Hal ini bukan cuma karena jumlah pelaku UMKM yang bejibun yang kemudian menjadi pertimbangan, tetapi juga karena potensinya sebagai roda penggerak perekonomian.
Penjamin, dalam hal ini, memberikan jasa penjaminan bagi kredit dan pembiayaan, serta bertanggungjawab memberikan ganti rugi kepada penerima jaminan apabila terjadi kegagalan penerima kredit dalam memenuhi kewajibannya.
Penjamin berupaya meyakinkan pihak kreditur dalam menyalurkan kredit. Risiko ini yang kemudian ditanggung oleh penjamin melalui perolehan imbal jasa. âApabila pihak terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban kreditnya, maka penjaminlah yang akan memenuhi kewajibannya tersebut,â ujar Nanang Waskito, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Assippindo), pekan lalu.
Belum lama ini, industri penjaminan baru saja memiliki payung hukum. Melalui Undang-undang Nomor 1/2016 tentang Penjaminan Kredit, pelaku industri penjaminan memiliki aturan main yang pasti. UU Penjaminan sendiri mengatur perizinan lembaga penjaminan, mekanisme penjaminan, serta penyelesaian sengketa lewat lembaga alternatif. Diding S Anwar, Direktur Utama Perum Jamkrindo menuturkan, selama puluhan tahun beroperasi, industri penjaminan belum memiliki UU. Kelahiran UU ini merupakan pengakuan atas lembaga penjaminan yang sejajar dengan lembaga keuangan lainnya.
âUU Penjaminan juga menjadi payung hukum bagi aktivitas UMKM dalam mengakses kredit melalui bank maupun lembaga keuangan non bank. UU ini akan mendorong seluruh bisnis penjaminan, termasuk Perum Jamkrindo,â tutur dia. Tak berselang lama dari kelahiran UU Penjaminan, Perum Jamkrindo ketiban rezeki. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016, perusahaan penjaminan kredit BUMN ini ditunjuk sebagai Lembaga Pelaksana Penjaminan Sistem Resi Gudang (LPP SRG).
Ini merupakan bisnis baru bagi Jamkrindo. Dalam menjalankan bisnis ini, Jamkrindo mendapatkan amanat sebagai penjamin SRG proyek pemerintah untuk 10 komoditi. Antara lain, gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut dan garam. Jamkrindo ikut berperan menjaga stabilitas harga komoditas dengan menjadi penjamin risiko kerugian atas kemungkinan kegagalan pengelola gudang dalam melakukan kewajibannya, yaitu mengembalikan barang yang disimpan di gudang.
Pasalnya, saat panen raya, harga sejumlah komoditi umumnya jatuh, karena hasil panen membanjiri pasar. Melalui peranan LPP SRG, harga bisa distabilkan sebab sebagian hasil panen disimpan di dalam gudang. "Dengan demikian, seluruh pelaku usaha mulai dari pedagang, prosesor, eksportir hingga perusahaan perkebunan, baik skala kecil maupun skala besar terlindungi dengan memanfaatkan jasa SRG. Tidak cuma itu, integritas SRG juga semakin meningkat,â tutur Diding.
Dumoly F. Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuturkan, kehadiran LPP SRG akan mendorong liquidity transaction, sehingga menciptakan persaingan usaha yang sehat. âIni revolusi awal, sekaligus peluang bisnis, makanya banyak asuransi dan perusahaan penjaminan lain yang antri ingin ikut proyek penjaminan ini,â pungkasnya.
Hingga 1 Juni 2016, Jamkrindo tercatat membukukan volume penjaminan sebesar Rp48,22 triliun. Realisasi ini mencapai 40-45 persen dari target volume penjaminan yang sebesar Rp115 triliun hingga akhir tahun nanti. Adapun, sebesar Rp20,40 triliun dari realisasi tersebut berasal dari program penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan sisanya merupakan program penjaminan non-KUR atau komersial korporat.
Jamkrindo sendiri menargetkan, porsi penjaminan KUR akan mencapai Rp50 triliun, sedangkan penjaminan non-KUR sebesar Rp65 triliun sampai akhir tahun nanti. "Kalau bisnis penjaminan sistem resi gudang bisa berjalan tahun ini juga, kami optimistis, volume penjaminan bisa mencapai Rp120 triliun sampai akhir tahun nanti. Dengan asumsi penambahan volume penjaminan Rp5 triliun dari resi gudang," terang Diding.
Saat ini, Jamkrindo menjalankan bisnis penjaminan kredit umum, penjaminan kredit mikro, multiguna distribusi barang, kontra garansi, penjaminan pembiayaan otomotif, kredit konstruksi dan pengadaan barang/jasa, surety bond, dan lain sebagainya.
No comments:
Post a Comment