Pound sterling anjlok ke level terendah sejak 1985 dibarengi dengan menukiknya harga saham berjangka Inggris setelah mayoritas warga Britania memilih untuk meninggalkan Uni Eropa. Aksi jual obligasi juga meningkat tajam dan mendongkrak biaya pinjaman Pemerintah Inggris.
Reuters melansir, nilai tukar pound sterling anjlok hampir 10 persen dalam enam jam terakhir, yang merupakan kejatuhan terdalam sepanjang sejarah Inggris. Tepatnya sejak rezim nilai tukar mengambang bebas diperkenalkan pada awal 1970-an.
Depresisi kurs saat ini dinilai lebih parah dibandingkan dengan tragedi 'Black Wednesday' pada September 1992, ketika miliarder George Soros melakukan aksi jual pound sterling besar-besaran sehingga melumpuhkan pertahanan Bank Sentral Inggris (BOE). "Ini seperti kembali dari masa depan, kita seperti kembali ke era 1985," kata Nick Parsons, Wakil Kepala Strategi Mata Uang Global di NAB.
Pound sterling tercatat jatuh kelevel US$1,33, yang merupakan level terendah terhadap dolar sejak September 1985. Sementara terhadap Euro, pound sterling melemah 6 persen dan terhadap yen terdepresiasi 15 persen. Sementara itu, harga saham berjangka turun 7 persen di Bursa London
"Pound sterling sudah anjlok 10 persen dalam enam jam. Itu sangat luar biasa, dan referendum Inggris telah menciptakan krisis di Eropa," kata Nick. Kinerja perbankan langsung menjadi sorotan menyusul anjloknya saham HSBC dan Standard Chartered sebesar 10 persen.
Di sisi lain, imbal hasil (yield) obligasi bertenor 10 tahun yang diterbitkan pemerintah Inggris melonjak menjadi 1,57 persen dari posisi penutupan perdagangan Kamis yang berkisar 1,38 persen.
"Ini luar biasa. Shock mungkin bukan kata yang terlalu kuat untuk menggambarkan kejadian ini," kata John Wraith, Kepala UK Tarif Strategi, UBS Investment Bank.
Sementara dari Amerika Serikat, yield obligasi AS turun tajam menyusul aksi pengalihan investasi ke aset-aset lindung nilai (safe-haven) seperti emas dan yen Jepang. Semua bank-bank internasional dan besar di Inggris di London, termasuk Citi, Deutsche Bank, JPMorgan, Goldman Sachs dan Barclays langsung membuka layanan via telpon pada malam hari.
Perbankan telah memperingatkan nasabahnya akan volatilitas perdagangan yang dapat menyebabkan kesenjangan besar dari sisi harga. Para pelaku pasar masih menunggu intervensi dari bank sentral atau kementerian keuangan guna menstabilkan pasar uang.
No comments:
Post a Comment