Pemerintah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Audit diperlukan untuk menyelesaikan kisruh pembelian solar di antara dua perusahaan pelat merah itu.
"Masalah harga akan diselesaikan dengan mekanisme bisnis, namun akan ditinjau juga oleh audit BPKP," kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani saat ditemui di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 2 September 2014.
Menurut Askolani, audit tersebut menjadi landasan yang kuat agar PLN dan Pertamina tidak saling menyalahkan. Hasil audit tersebut akan menentukan nilai tunggakan PLN dan kewajaran harga yang ditetapkan oleh Pertamina.
"Dengan membaca hasil audit, semua pihak akan memahami kondisinya," ujarnya. Askolani berharap BPKP bisa menyelesaikan proses audit sebelum akhir tahun 2014. "Harapannya, sih, secepat mungkin dapat dilakukan audit, agar kami dapat membuat keputusan."
Saat ditemui di kantornya pada Kamis, 7 Agustus 2014, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menyatakan Pertamina dan PLN sudah berdialog untuk menyelesaikan kisruh harga solar.
Pertamina, ujar dia, sepakat untuk terus menyuplai bahan bakar bagi PLN, terutama di daerah yang mengandalkan pembangkit diesel. "Tagihan pembayarannya akan dipertimbangkan dan ada campur tangan pemerintah untuk membantu PLN," tuturnya.
Kisruh solar ini bermula ketika PLN menolak menyepakati kontrak penjualan dengan harga baru. Pertamina mengklaim kontrak yang lama merugikan pihaknya sehingga harus diperbarui. Apalagi Pertamina menganggap urusan harga solar adalah kesepakatan bisnis.
PLN lantas meminta opini kepada BPKP mengenai perhitungan harga solar yang layak. Namun manajemen Pertamina mengklaim PLN tidak mematuhi rekomendasi tersebut. Sedangkan pihak PLN berpendapat bahwa harga baru tidak bisa disepakati karena belum disetujui oleh Kementerian Keuangan. Persetujuan ini dianggap penting karena pengadaan solar untuk pembangkit listrik masuk dalam skema subsidi.
No comments:
Post a Comment