Nilai tukar rupiah hari ini menembus level 12.000 per dolar AS. Dalam sepekan terakhir, kurs rupiah terus melemah seperti mata uang regional lainnya. Menurut Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Andin Hadiyanto, pelemahan kurs rupiah hanya bersifat musiman. Selain faktor eksternal, melemahnya kurs rupiah dipengaruhi pula oleh faktor internal yaitu banyaknya utang luar negeri yang jatuh tempo. "Kan ada pembauran utang jatuh tempo," kata Andin di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 18 September 2014. Dia optimistis, kurs rupiah akan kembali stabil. Secara fundamental, ekonomi Indonesia masih baik.
Reli penguatan dolar kembali berlanjut menyusul keputusan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) terbaru yang dinilai lebih agresif atau hawkish. Hingga kini, The Fed belum juga memastikan waktu penaikan suku bunga. Namun pernyataan sebagian anggota The Fed yang memproyeksikan peningkatan suku bunga The Fed memicu penguatan dolar. Rencananya suku bunga akan mencapai 1,375 persen pada akhir 2015. Pelaku pasar pun optimistis aset-aset bernilai dolar bakal mengalami kenaikan harga.
Tak heran, di pasar mata uang, dolar menguat terhadap mayoritas mata uang regional. Pada pukul 12.15 WIB, rupiah melemah 67,9 poin (0,57 persen) hingga mencapai level 12.037,5 per dolar, sementara won jatuh 0,66 persen menjadi 1.041,15 per dolar, dan yen terkoreksi 0,36 persen ke level 108,76.
Meski demikian, imbas kuatnya tekanan terhadap rupiah sepanjang sepekan belakangan, diperkirakan tidak akan berlanjut. Dalam jangka pendek, rentang pergerakan rupiah diprediksi hanya berada pada level 11.950-12.100 per dolas AS.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs mengatakan ada beberapa isu global yang bisa memperlemah rupiah. Salah satu yang paling kuat adalah kekhawatiran terhadap keputusan rapat bank sentral Amerika (Federal Open Market Committee/FOMC) untuk menaikkan suku bunga.
Menurut Peter, FOMC pada pekan ketiga September 2014 bisa menguatkan kurs dolar terhadap mata uang dunia. "Penguatan dolar di pasar global ini membuat nilai tukar rupiah terus terkoreksi," kata dia di kantornya, Selasa, 16 September 2014.
Selain isu dari Amerika, rencana pemisahan Skotlandia dari Inggris juga turut berpengaruh terhadap melemahnya rupiah. Namun, kata dia, hal tersebut masih bersifat sementara sehingga kemungkinan besar rupiah akan kembali pada pola pergerakan normal.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan selain dua hal sentimen global tersebut, normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed membuat pelaku pasar tertarik berinvestasi di Amerika. Selain itu, ada sentimen negatif dari negara berkembang berupa diturunkannya peringkat utang (sovereign rating) Brasil. "Efeknya, bisa dilihat bahwa seluruh mata uang regional saat ini dalam tren melemah."
Saat ini kurs rupiah berada di level 11.971,3 per dolar Amerika Serikat. Analis dari PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan penguatan dolar sedikit tertahan menjelang rapat FOMC. "Muncul ekspektasi di kalangan investor bahwa bank sentral Amerika akan mengeluarkan pernyataan yang lebih menenangkan," kata dia.
No comments:
Post a Comment