Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan inflasi pada Agustus 2014 mencapai 0,47 persen. Kepala BPS Suryamin menjelaskan sektor penyumbang inflasi tertinggi adalah tarif listrik dan biaya sekolah. "Ini terjadi setelah terbit peraturan Menteri Energi tentang tarif tenaga listrik yang baru," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Senin, 1 September 2014.
Kenaikan tarif listrik memberi andil 0,12 persen pada inflasi setelah mengalami perubahan harga 4,16 persen. Kenaikan inflasi tertinggi akibat tarif listrik pascabayar terjadi di wilayah Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, yakni sebesar 8 persen.
Sedangkan inflasi di sektor pendidikan, rekreasi, dan olahraga mencapai 1,58 persen dengan kenaikan indeks dari 107,20 menjadi 108,89 pada Juli-Agustus 2014. Di sektor ini inflasi akibat biaya sekolah dasar mencapai 0,04 persen, SMP 0,03 persen, SMA 0,02 persen, dan biaya taman kanak-kanak dan perguruan tinggi masing-masing 0,01 persen.
Selain tarif listrik dan biaya pendidikan, inflasi pada Agustus 2014 juga dipicu harga makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Inflasi di sektor ini mencapai 0,52 persen dengan kenaikan indeks dari 114,05 menjadi 114,64 pada Juli-Agustus 2014. (Baca: Bawang Impor Beredar, Harga Masih Mahal)
Di lain pihak, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau memberi sumbangan inflasi 0,52 persen. Kelompok ini mengalami kenaikan indeks dari 114,05 menjadi 114,64 pada Juli-Agustus 2014. Komoditas penyumbang inflasi adalah mi, nasi dengan lauk, dan rokok kretek dengan kontribusi 0,01 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan inflasi pada Agustus 2014 mencapai 0,47 persen, turun dari bulan sebelumnya yang berada di level 0,93 persen. Menurut Kepala BPS Suryamin, ada tiga penyumbang inflasi terbesar, yakni kenaikan harga ikan, tarif listrik, dan biaya sekolah.
Suryamin mengatakan kenaikan harga ikan yang mencapai 1,39 persen memberi andil pada inflasi sebanyak 0,04 persen. Inflasi ini, kata Suryamin, disebabkan oleh terjadinya kelangkaan pasokan ikan di beberapa daerah. "Ini akibat pengaruh cuaca sehingga memicu tingginya inflasi di bulan Agustus," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Senin, 1 September 2014.
Secara umum, kelompok bahan makanan berada di urutan keempat sektor penyumbang inflasi. Inflasi bahan makanan mencapai 0,36 persen dengan kenaikan indeks 119,69 menjadi 120,12 pada Juli-Agustus 2014. Ikan sarden menyumbang inflasi terbesar di sektor ini. Adapun bawang merah, tomat sayur, telur ayam ras, tomat buah, dan bawang putih malah menyebabkan deflasi atau penurunan harga.
Sedangkan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau memberi sumbangan pada inflasi sebesar 0,52 persen. Kelompok ini mengalami kenaikan indeks dari 114,05 menjadi 114,64 pada Juli-Agustus 2014. Komoditas penyumbang inflasi adalah mi, nasi dengan lauk, dan rokok kretek dengan kontribusi 0,01 persen.
Dibanding delapan kota besar di Jawa Timur, Surabaya mengalami inflasi tertinggi sebesar 0,50 persen. Inflasi itu melampaui besaran inflasi Jawa Timur, yakni 0,37 persen. Badan Pusat Statistik Jawa Timur menilai tingkat inflasi Surabaya sebagai hal yang tak biasa, mengingat ibu kota provinsi ini termasuk baik dalam mengendalikan inflasi.
"Ada dua faktor yang memicu, yakni kenaikan tarif listrik dan biaya kebutuhan sekolah," kata Kepala BPS Jatim M. Sairi Hasbullah di kantornya, Senin, 1 September 2014.
Kenaikan tarif dasar listrik menyumbang inflasi Surabaya sebesar 0,1365 atau sekitar 26 persen. Sebab, kenaikan tarif dasar listrik reguler sebesar 11 persen untuk R-3/TR di atas 2.200 VA pada Agustus 2014 cukup mempengaruhi. "Penggunaan listrik masyarakat Surabaya cenderung lebih tinggi dibanding kota-kota lainnya. Pendapatan orang Surabaya juga relatif tinggi," ujar Sairi.
Peningkatan biaya pendidikan turut memberikan andil terhadap inflasi Kota Surabaya sebesar 0,0931 atau sekitar 4 persen. "Agustus memang musimnya sekolah." Tingkat inflasi Kota Malang menempati urutan kedua setelah Surabaya, yakni 0,47 persen, disusul Madiun (0,35 persen), Sumenep (0,31 persen), Probolinggo (0,07 persen), dan terendah Kediri (0,06 persen).
Di sisi lain, menjelang rencana pengurangan subsidi bahan bakar minyak, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengimbau masyarakat untuk menanam tanaman di rumah guna mencegah tingginya inflasi. Untuk itu, Pemerintah Kota Surabaya menyediakan bibit dan tanaman yang bisa dimanfaatkan warga di rumah masing-masing.
Menurut Sairi, ide Risma tersebut bisa menjadi alternatif. "Saya tidak bisa mengatakan itu efektif atau tidak, tapi ada potensi untuk mengendalikan inflasi," ujarnya. Sayur-sayuran, tutur Sairi, berkontribusi sekitar 65-70 persen pada konsumsi masyarakat. "Jika warga, terutama yang miskin, diajak untuk memenuhi sendiri kebutuhan sayurannya, bisa berdampak cukup signifikan."
No comments:
Post a Comment