Direktur Minerba Kementerian ESDM, Sukhyar, mengatakan, kementeriannya telah memberikan rekomendasi surat persetujuan ekspor (SPE) kepada PT Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan ekspor konsentrat. "SPE sudah selesai, kami sudah kirim ke perdagangan (pada Jumat pagi)," ujar Sukhyar di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara , Jakarta, Jumat malam, 19 September 2014.
Menurut Sukhyar, dengan adanya surat persetujuan ekspor itu, Newmont bisa melakukan ekspor konsentrat sebesar 304.515 ton untuk enam bulan. Angka tersebut sebenarnnya adalah jatah untuk tiga tahun. "Tapi kami berikan selama enam bulan," katanya.
PT Newmont bisa memproduksi 600 ribu ton per tahun. "Makanya Newmont bisa ekspor sebanyak itu," kata dia. Tujuan ekspor Newmontn selama ini adalah Jepang, Jerman, Korsel, Tiongkok, India, Filipina, Finlandia, Bulgaria dan Swedia. Newmont pun menyatakan siap bekerja sama dengan pihak lain. "Minggu depan kami akan memanggil Newmont untuk memfasilitasi bisnis dengan banyak pihak," ujarnya.
Meski surat persetujuan ekspor sudah terbit, hingga kini Newmont belum menyetor jaminan kesungguhan senilai US$ 25 juta atau lima persen dari total investasi pembangunan smelter (pabrik pemurnian. "Jaminan kesungguhan belum ditempatkan karena diproses di Kementerian Perdagangan," katanya.
Seperti diketahui, perusahaan tambang Amerika Serikat itu akhirnya meneken nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah terkait dengan renegoisasi kontrak karya. Ada enam pokok perubahan dalam kontrak karya dalam nota kesepahaman itu yang akan dimasukkan dalam amandemen kontrak.
Keenam pokok tersebut adalah luas wilayah kontrak karya, royalti, pajak dan bea ekspor; pengolahan dan pemurnian dalam negeri; divestasi saham; penggunaan tenaga kerja lokal; barang dan jasa dalam negeri; serta masa berlaku kontrak karya. Newmont juga setuju membayar bea keluar dengan tarif sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah yang dikeluarkan pada Juli 2014.
Pemerintah mewajibkan Newmont menyediakan dana US$ 25 juta sebagai bentuk dukungan terhadap pembangunan smelter. Newmont juga diwajibkan membayar royalti 4 persen untuk tembaga, 3,75 persen untuk emas, dan 3,25 persen untuk perak, serta membayar iuran tetap (deadrent) US$ 2 per hektare.
Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan akan terjadi eksplorasi berlebihan dengan ditambahnya kuota ekspor PT Newmont Nusa Tenggara. Kebijakan penambahan kuota ini, ujar dia, menunjukkan pemerintah tak punya perencanaan strategis ke depan. Kondisi ini bisa membuat kebutuhan domestik mengalami kekurangan.
"Sumber daya alam seharusnya untuk sebesar kepentingan rakyat, bukan semata dapatkan pendapatan," tuturnya saat dihubungi, Sabtu, 20 September 2014. Padahal, kata dia, sumber daya alam Indonesia banyak yang bisa memiliki nilai tambah. Namun, selama ini, sumber daya alam banyak diekspor dalam bentuk mineral mentah. Selain eksplorasi berlebihan, penambahan kuota akan menyebabkan harganya jatuh. "Hukum ekonominya kan gitu, kalau barang banyak, harganya jadi murah," ujar Iwa.
Menurut dia, kebijakan ini juga tampak sebagai aji mumpung. "Mumpung laku, jual saja," tuturnya. Padahal bahan yang ada di area tambang Newmont Nusa Tenggara merupakan kebutuhan dunia yang tak akan pernah berhenti.
Direktur Minerba Kementerian ESDM Sukhyar mengaku telah memberikan rekomendasi surat persetujuan ekspor kepada PT Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan ekspor konsentrat. Menurut Sukhyar, dengan adanya SPE, Newmont bisa melakukan ekspor konsentrat sebesar 304.515 ton untuk enam bulan. Angka tersebut, kata dia, sebenarnya adalah jatah untuk tiga tahun. Kemampuan produksi Newmont yang mencapai 600 ribu ton per tahun dijadikan alasan penambahan kuota ini.
No comments:
Post a Comment