Perusahaan aluminium terbesar di dunia ternyata mendukung penerapan UU Minerba di Indonesia. “Menurut saya penerapan UU Minerba di Indonesia amat baik karena akan mendukung bergulirnya proses industrialisasi negara Anda,” kata Maxim Sokov, CEO En+ Group (dibaca En plus Group). Konglomerat Rusia ini mengaku kelompoknya mengendalikan Rusal, perusahaan aluminium terbesar dunia, melalui penguasaan 48 persen saham. Rusal memproduksi 9 persen aluminium dan juga 9 persen alumina dunia.
Rusal kini mengincar Indonesia karena “Export aluminium Indonesia yang lima tahun silam tak signifikan kini menjadi menjadi pengekspor terbesar di dunia,” kata Maxim Sokov kepada rombongan wartawan Indonesia yang berkunjung ke kantornya di Moskow, kemarin. Harganya pun murah dan nyaris semuanya diekspor ke RRC. “Harganya hanya sekitar 30 dolar per ton,” kata pria yang baru berusia 35 tahun ini. Bauksit ini diolah oleh RRC menjadi aluminium, “Lalu sebagian diekspor kembali ke Indonesia,” katanya.
Penerapan tegas UU Nomor 4 tahun 2009 yang menyatakan akan melarang ekspor barang tambang tak diolah dalam lima tahun ini, ternyata terbukti mengerek naik harga bauksit hingga mencapai 56 dolar per ton dan diprediksi akan terus naik setidaknya sampai 60 dolar per ton, bahkan ada yang meramalkan akan menjadi 75 dolar per ton.
Kelompok En+ memanfaatkan peluang yang diciptakan UU Minerba ini untuk masuk ke Indonesia. “Kami bermitra dengan PT Arbaya Energi untuk membuka tambang bauksit dan mengolahnya menjadi alumina di Kalimantan Barat,” kata Maxim Sokov. Arbaya Energi adalah perusahaan milik Suryo Sulisto, Ketua Umum KADIN. Bila semua berjalan lancar, sekitar U$ 1,5 miliar akan ditanam sebagai investasi. “Biasanya dana sendiri antara 30 hingga 70 persen,” kata Maxim Sokov.
Pria berambut pirang yang lebih mirip aktor film ketimbang CEO ini yakin investasinya akan menjadi kenyataan. “Kalimantan Barat mengandung banyak bauksit dan ada bonus batu bara untuk menjadi bahan baku mengolahnya menjadi alumina,” katanya. Sebagian alumina itu direncanakan akan diekspor dan sebagian lagi diproses menjadi aluminium untuk pasar domestik. Ini dengan catatan En+ dapat meraih pasokan listrik yang memadai. “Soalnya 30 sampai 40 persen biaya mengolah aluminium itu adalah ongkos listrik,” katanya.
Itu sebabnya pengolahan aluminium biasanya mendapatkan pasokan listriknya dari pembangkit hidro atau panas bumi. Namun, kendati En+ adalah pemilik seluruh saham Eurosibenergo, perusahaan pembangkit listrik hidro independen terbesar dunia, Maxim belum melirik kemungkinan membangun pembangkit listrik hidro di Indonesia. “Saya masih perlu belajar lebih banyak tentang Indonesia,” kata pria yang sedikitnya setahun dua kali mengunjungi RI itu.
Masuknya En+ ke Indonesia, menurut seorang pejabat RI, karena penerapan UU Minerba membuka peluang baik. “Mereka ingin memperkuat posisi di pasar dunia, terutama menghadapi pesaing dari RRC,” katanya.
Sosok kuat dibelakang En+ adalah Oleg Deripaska. Konglomerat berusia 40-an itu dikenal dekat dengan penguasa Rusia. Saat Presiden Putin bertemu dengan Presiden Yudhoyono, pengusaha pendiri Rusal ini mendampingi Presiden Rusia.
No comments:
Post a Comment