Thursday, September 4, 2014

Gaji 9 Juta Per Bulan Tidak Cukup Untuk Membeli Rumah Di Jakarta

Mempunyai rumah sendiri menjadi dambaan semua orang terutama yang sudah berkeluarga. Namun untuk mendapatkannya butuh dana yang tak sedikit sehingga perlu ada skema kredit pemilikan rumah (KPR). Meski sudah ada skema KPR, tak semua orang beruntung bisa melakukan KPR dengan berbagai alasan. Misalnya gaji yang tak cukup atau rumah yang diidamkan tak sesuai keinginan, dan banyak lainnya.

Contohnya adalah seseorang yang bernama Aulya Elyasa mencoba berbagi pengalamannya, yang sudah 2 tahun mencari rumah, namun hingga kini belum juga berhasil. Akhirnya kini ia masih harus mengontrak rumah. Aulya berkeyakinan naiknya harga barang-barang, biaya listrik naik, bbm naik yang berpengaruh ke seluruh bidang dan jasa membuat mereka dengan gaji Rp 5 - 10 juta per bulan sekalipun akan sangat kesulitan untuk bisa membeli sebuah rumah.

"Saya memiliki 1 orang istri dan 2 orang anak yang masih batita. Penghasilan Rp 9 juta/bulan," tulis Aulya dalam surat elektroniknya, Jumat (5/9/2014)

Ia mencoba menghitung pengeluarannya, yaitu:

  1. Kebutuhan keluarga Rp 4,5 juta termasuk susu anak dan popok, elpiji serta untuk makan sehari hari
  2. Transportasi untuk kerja Rp 1 juta (Bekasi - Jakarta) sehari Rp 40.000 (naik ojek 2 kali, bus besar 2 kali, angkot 2 kali)
  3. Makan siang - sore di kantor Rp 500.000 (sehari Rp 20.000)
  4. Bayar telepon, listrik, PAM, dan iuran keamanan Rp 1,5 juta sebulan.

"Total pengeluaran bulanan saya Rp 7.500.000,- dengan angka demikian sisa penghasilan saya yang bisa saya simpan perbulan adalah 1.500.000," katanya. Ia juga menambahkan dari sisa penghasilan Rp 1,5 juta itu, masih harus dipotong untuk dana jaga-jaga untuk berobat kedokter dan lain lain.

"Sehingga sebulan saya hanya bisa menabung sebesar Rp 1 juta," katanya. Menurutnya jika dirinya harus membeli rumah dengan harga Rp 300 juta (rumah non subsidi), dengan kewajiban membayar DP senilai 30% yaitu sekitar Rp 90 juta, maka butuh bertahun-tahun untuk mengumpulkan uang muka.

"Saya membutuhkan waktu selama kurang lebih 9 tahun untuk bisa memenuhi kebutuhan DP tersebut. Dan pada saat saya sudah memiliki uang untuk DP senilai Rp 90 juta, harga rumahnya sudah naik berlipat lipat yang berarti DP juga sudah bertambah nilainya," katanya.

Ia berkeyakinan masyarakat yang memiliki penghasilan Rp 2,5 - 4 juta per bulan juga tidak akan mampu untuk bisa memenuhi DP 10% apalagi membayar cicilan kredit tiap bulan. Seperti diketahui batas penghasilan Rp 2,5 juta-4 juta merupakan batas seseorang boleh mendapatkan KPR subsidi dengan bunga flat 7,25% selama 15-20 tahun.

Menurutnya program FLPP (subsidi bunga KPR) dari pemerintah ini sangat tidak efektif dan tidak efesien. Ia beralasan pada akhirnya hanya akan menguntungkan orang orang tertentu yang memiliki penghasilan di atas rata-rata.

"Saya sudah mencari cari rumah selama kurang lebih 2 tahun terakhir dan hingga saat ini belum bisa menemukan titik cerah. Saran dari saya adalah pemerintah kembali meninjau peraturan subsidi rumah agar tepat dan efektif," katanya.

Jadi pemerintah seharusnya mencanangkan program yang membumi, karena bagi pegawai swasta yang berpenghasilan 9 juta per bulan sulit untuk membeli rumah dan bebeda dengan PNS yang walaupun bergaji 3-5 juta sebulan sudah mampu untuk membeli mobil dan rumah serta apartemen.

No comments:

Post a Comment