Sejak tidak beroperasinya BUMN perikanan PT Usaha Mina pada 1999, industri perikanan di Sorong lesu. Meskipun anak usaha di unit Sorong masih memberikan keuntungan, namun perolehan itu digunakan untuk menutupi kerugian cabang lain di Maluku. Akibatnya, BUMN tersebut mengalami rugi.
"Cabang Sorong harus menghidupi cabang-cabang yang mati. Kemudian ada keputusan dari pemegang saham, dalam hal ini Menteri BUMN untuk membangun kawasan perikanan terpadu, dimulai dari Sorong," ungkap Srinona Kadarisman, Kepala PT Perikanan Nusantara, Selasa (2/9/2014).
Perikanan Nusantara (Perinus) merupakan nama baru dari PT Usaha Mina. Sri menuturkan, begitu percayanya Menteri BUMN Dahlan Iskan dengan daerah itu, turut memberikan semangat jajarannya untuk mengembangkan kembali industri perikanan di bawah PT Perikanan Nusantara (Perinus). Padahal, membangun usaha di kawasan Sorong tidak selalu mudah lantaran terbentur restu masyarakat adat.
"Ada suku yang berkuasa di sini, suku Moi. Kalau dia tak kasih izin, tidak bisa masyarakat bermitra dengan kami," kata dia.
Akhirnya, pendekatan yang dilakukan pun berhasil. Sebanyak 500 nelayan dari Pulau Buaya, Fak Fak, Raja Ampat, Tamina Boa, Manokrawi, dan lainnya bermitra dengan Perinus. Setahun setelahnya, Dahlan Iskan mencanangkan Sorong sebagai kawasan industri perikanan terpadu, dan Perinus mampu mencetak laba lebih tinggi dari target.
"Seperti bayi yang baru lahir, 2013 Perinus ini sudah mencetak laba Rp 3,028 miliar, lebih tinggi dari target sekitar Rp 2,9 miliar," kata dia.
Dalam satu tahun pertama itu pula, Perinus mampu mengekspor tak kurang dari 400 ton hasil tangkapan ikan seperti cakalang, dan baby tuna beku ke Thailand, Singapura, dan memenuhi pasar domestik.
Jaminan Pasar dan Pendampingan
Keberhasilan Perinus ini disebabkan pola kemitraan dengan masyarakat berbeda dari ketika dikerjakan oleh PT Usaha Mina. Pada saat jadi PT Usaha Mina, bantuan kepada nelayan tradisional diberikan seluruhnya berupa alat produksi serta bantuan usaha operasionalnya.
"Tapi itu tidak bisa efektif. Karena belum tentu dengan bantuan operasional yang diberikan, mereka (masyarakat nelayan) bisa mengembalikan modal," jelas Sri.
Adapun kemitraan yang dikerjakan oleh Perinus adalah dengan memberikan jaminan pasar serta pendampingan masyarakat nelayan.
"Kalau mereka tidak tahu cara menangkap ikan, akan kami latih. Kalau pengolahan tidak bisa, kami juga akan latih. Bantuan fasilitas dengan menyediakan dok. Kami jamin ikan-ikan mereka bisa kami serap. Itu pola kita membangun kemitraan dengan nelayan," tambah Sri.
Dengan pola kemitraan yang tepat, sepanjang 2013, Perinus memperoleh pendapatan sebesar Rp 17 miliar. Sementara itu, dalam rencana kerja 2014, perseroan menargetkan pendapatan meningkat 30 persen lebih, menjadi sekitar Rp 22,135 miliar.
Laba sebelum pajak diharapkan naik 178 persen, menjadi Rp 5,8 miliar pada 2014, dari Rp 3,028 miliar pada 2013. Rencana investasi cabang Sorong pada 2014 dialokasikan sebesar Rp 488,5 juta. Jika ditambah start up-nya pada September 2012, Perinus telah mengeluarkan investasi sebesar Rp 7,2 miliar.
No comments:
Post a Comment