Seluruh industri yang tergabung dalam Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menjerit akibat penaikan harga gas yang ditetapkan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebesar 55%. Kadin menilai penaikan harga gas wajar adalah maksimal 25%.
Menurut Ketua Kadin Suryo Bambang Sulisto, penaikan harga gas saat ini terlampau tinggi sehingga membuat produk dalam negeri tidak kompetitif.
"Tingkat wajar kenaikan harga gas adalah kisaran 15%- 25%," ujarnya, usai acara Internasional Symposium "Innovation by Industrial+Academic Collaboration," Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, Selasa (12/6).
PT Perusahaan Gas Negara (PGN) memutuskan untuk menaikkan harga gas hingga 55%. Keputusan ini terpaksa diambil karena pihak produsen di hulu menaikkan harga jual gas mereka.
Menurut Suryo, industri bisa menerima langkah kenaikan harga gas, sebab penaikan harga gas di dalam negeri ini demi penyesuaian penaikan harga gas dunia. Industri juga bisa menyesuaikan apabila harga gas dinaikkan secara langsung maupun secara bertahap. Namun, kenaikan harga gas ini harus tetap berada di tingkat wajar.
"Kita bisa coba menyesuaikan, tapi masalahnya industri ini terkait masalah harga. Kalau naiknya maksimal 25% ya masih wajar lah," ujarnya.
Anehnya, lanjut Suryo, harga ekspor cenderung lebih murah dibandingkan dengan harga domestik. Paling mencolok adalah untuk ekspor ke China, yakni US$3,5-US$ 3,8 per mmbtu. Kontrak dengan Cina ini berlangsung hingga 2013 mendatang, dengan jumlah yang di ekspor hingga 2,5 juta ton.
Sedangkan, harga pasokan gas dari Blok Koridor milik ConocoPhilips naik menjadi US$5,6 per mmbtu. Adapun pasokan gas dari Pertamina EP Region Sumatra Selatan ke PGN naik menjadi US$5,5 per mmbtu.
"Harga gas ekspor justru lebih murah. Padahal mereka kan lebih maju. Ini aneh, kepentingan domestik kok tidak diperhatikan?" tuturnya.
Permasalahan lainnya, kata Suryo, adalah ketersediaan pasokan gas. Hingga saat ini, industri selalu mengalami kesulitan ketersediaan gas di dalam negeri.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian kebutuhan gas utk bahan baku industri sektor non migas untuk tahun ini mencapai 2. 873 mmcfd, namun realisasinya hanya sekitar 1.400 mmcfd. "Masalahnya ketersediaannya gas ini krusial. Industri sulit mendapatkan gas secara berkesinambungan," ungkapnya.
No comments:
Post a Comment