Sengketa di sektor konstruksi kini bisa diselesaikan melalui Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI). Menurut Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, sengketa sering terjadi pada sektor konstruksi.
Sektor konstruksi bersifat dinamis dan berbeda dengan kontrak di sektor lain. Faktor yang membedakan antara lain durasi proyek yang relatif panjang, kompleks, ukuran dan harga yang disepakati, serta jumlah pekerjaan dapat berubah setiap saat selama masa kontrak pelaksanaan konstruksi. "Faktor-faktor tersebut menyebabkan kontrak konstruksi rawan sengketa dan penyelesaiannya pun cenderung lama," katanya.
Kementerian Pekerjaan Umum mencatat berlarutnya penyelesaian sengketa menyebabkan tidak terserapnya anggaran yang dialokasikan. Akibatnya, program pembangunan pun terhambat. Selain itu, pengeluaran untuk biaya konsultasi hukum sulit dipertanggungjawabkan dan tidak dapat dibukukan sebagai biaya proyek.
Kepala Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto W. Husaini mengatakan lembaga yang pendiriannya difasilitasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum ini bersifat independen. "Ini bisa memfasilitasi sengketa kontraktor, baik dalam negeri atau yang berasal dari luar negeri," katanya saat ditemui di gedung Kementerian Pekerjaan Umum, Selasa, 19 Agustus 2014.
Badan sengketa ini memberi pilihan menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam bentuk dewan sengketa. Dewan ini telah menjadi bagian dari standar bidang dokumen pada proyek pinjaman luar negeri.
Badan ini merupakan alternatif penyelesaian sengketa dan telah mempunyai dasar hukum. Payung hukum badan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mencantumkan alternatif penyelesaian sengketa di samping arbitrase dan litigasi.
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum Sarwono Hardjomuldjadi mengatakan 47 persen kasus sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) berasal dari sektor kontruksi. Oleh sebab itu, dia mengatakan perlu adanya badan yang khusus mengurus sengketa kontruksi. "Belum ada yang khusus menangani sengketa kontruksi," katanya saat ditemui di Gedung Utama Kementerian Pekerjaan Umum, Selasa, 19 Agustus 2014.
Dia mengatakan dengan terbentuknya Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Kontruksi Indonesia (BADAPSKI), maka proses sengketa dapat berjalan lebih cepat karena ditangani secara intensif. Meski kasus sengketa terbilang banyak, Sarwono tidak menyebutkan detail dan jumlah permasalahan di industri jasa kontruksi yang diajukan ke BANI. "Kan tidak semua terbuka, karena ini perdata," katanya.
Sarwono mengatakan BADAPSKI didirikan oleh para pelaku hukum dan pakar kontruksi. "Ada mantan Kejaksaan Agung, Staf Ahli Kapolri, rektor Universitas Tarumanegara," katanya.
Kepala Pembinaan Kontruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto W Husaini mengatakan sektor kontruksi yang mempunyai nilai investasi sekitar Rp 500 triliun cenderung berkonflik sangat tinggi. Dia menuturkan setidaknya 7 dari 10 permasalahan kontruksi menjadi urusan sengketa. "Tetapi tidak semua dipermasalahkan. Ada yang diselesaikan baik-baik, musyawarah untuk mufakat," katanya.
Dia mengatakan kontraktor asing seperti Singapura dan Malaysia sudah membawa badan arbitrase kontruksi dari negaranya untuk mengurusi sengketa di Indonesia. "Nanti kalau muncul lebih banyak bagaimana, masak semua sengketa kontruksi dibawa ke luar negeri," katanya. "Belum lagi karena akan ada masyarakat bebas Asean. Persengketaan tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi dari kontraktor luar yang kerja di sini."
Deklarator BADAPSKI berjumlah 15 orang termasuk Hediyanto dan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto. Hikmahanto Juwana mengetuai urusan arbitrase, sedangkan untuk urusan alternatif penyelesaian sengketa atau juru damai, dipegang oleh Sarwono Hardjomuljadi.
No comments:
Post a Comment