Sekretaris Perusahaan Bank Nasional Indonesia Tribuana Tunggadewi tak menampik bahwa edukasi keuangan di industri perbankan nasional masih cukup rendah. Namun, BNI, kata dia, sudah melakukan edukasi keuangan secara masif.
Menurut Dewi, saat ini BNI sedang melakukan edukasi bersama Otoritas Jasa Keuangan. “Selain dengan OJK, kami juga melakukannya sendiri, misalnya di daerah. Bentuknya semacam kampung BNI,” kata Dewi saat dihubungi Ahad, 24 Agustus 2014. Edukasi tersebut diberikan kepada nasabah dan mitra binaan.
Ihwal minimnya sosialisasi juga dibenarkan oleh Ketua Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) Gatot Suwondo. “Ada benarnya juga statement tersebut,” kata Gatot melalui pesan singkat.
Sedangkan untuk menyasar pelajar, BNI juga melakukan edukasi di tingkat sekolah. Materi edukasi yang disampaikan umumnya meliputi produk keuangan dan perbankan, seperti tabungan dan kredit. Di tingkat universitas, kata Dewi, BNI membuka pusat informasi bernama pojok BNI di beberapa kampus. Selain mengenai perbankan, materi edukasi yang disampaikan kepada mahasiswa juga meliputi pasar modal. “Bahkan, kami juga melakukan edukasi bagi TKI di luar negeri.”
Senada, Sekretaris Perusahaan Bank Central Asia Inge Setiawati juga mengklaim sudah melakukan edukasi terhadap nasabahnya berdasarkan program dari OJK. “Namun, kami juga punya program sendiri,” kata dia. Saat ini, misalnya, BCA dan OJK sedang melakukan edukasi terhadap ibu rumah tangga. Di luar program tersebut BCA juga tetap menjalankan programnya berupa sosialisasi terhadap pelajar.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Sri Rahayu Widodo mengatakan tingkat literasi atau melek keuangan masyarakat Indonesia masih rendah. Bahkan, perbankan dinilai hanya fokus pada pemasaran produk daripada melakukan edukasi terhadap nasabahnya. Literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya sebesar 21,7 persen. Jumlah itu jauh lebih rendah dari masyarakat beberapa negara ASEAN lain, seperti Filipina yang melebihi angka 30 persen, Malaysia 70 persen, serta Singapura telah mencapai 98 persen.
Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Sri Rahayu Widodo mengatakan hasil survei OJK mengenai kesiapan pelaku usaha jasa keuangan terhadap pelaksanaan peraturan perlindungan konsumen menunjukkan bahwa edukasi konsumen belum bisa dilakukan secara rutin, terencana, dan termonitor oleh lembaga jasa keuangan. "Kegiatan edukasi masih dinilai kurang penting dibandingkanmarketing," katanya dalam pelatihan wartawan Bank Indonesia dan OJK di Trans Hotel Bandung, Sabtu, 23 Agustus 2014.
Menurut Sri, para pelaku usaha jasa keuangan hanya melakukan edukasi konsumen secara situasional dan umumnya tidak memiliki komitmen anggaran terhadap program edukasi. "Hanya bank umum, penasihat investasi dan perusahaan asuransi yang umumnya menyatakan kesiapan, walaupun tidak seluruhnya," ujarnya. Hal serupa juga terjadi pada kewajiban penanganan pengaduan.
Survei OJK menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha jasa keuangan, kecuali bank umum, masih belum memberikan perhatian yang memadai terhadap perlindungan konsumen. Hal ini terlihat dari belum adanya pejabat khusus atau divisi khusus yang ditunjuk untuk menangani keluhan konsumen. Selain itu, sejumlah lembaga keuangan belum memiliki standar operasional prosedur. "Kalaupun sudah punya SOP, pelaku usaha tersebut belum melatih petugasnya secara memadai," kata Sri.
Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan mengatur bahwa pelaku jasa keuangan berkewajiban merencanakan dan melaksanakan kegiatan edukasi. Pelaku usaha juga diperintahkan untuk menyediakan layanan pengaduan sebagai bentuk penyelesaian pengaduan konsumen.
OJK melakukan survei kepada 1.186 pelaku jasa keuangan selama kurun waktu 21 April hingga 26 Juni 2014. Survei ini dilakukan terhadap sembilan jenis lembaga jasa keuangan yang terdiri dari bank umum, perusahaan efek, penasihat investasi dan bank kustodian, dana pensiun, perusahaan asuransi, lembaga pembiayaan, perusahaan gadai dan penjamin, asosiasi, dan Bank Perkreditan Rakyat
No comments:
Post a Comment