Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan terus memantau dan memonitor perusahaan yang menawarkan produk investasi yang tidak memiliki izin alias investasi bodong. Sebab, investasi semacam ini bukan menguntungkan, malah merugikan bagi masyarakat. "Kita sudah punya kurang lebih 750 perusahaan yang terdata. Ini perusahaan yang tidak jelas izinnya, yang produknya tidak diawasi oleh regulator. Dan ini semua sudah kita laporkan ke Satgas Waspada Investasi," kata Kepala Eksekutif Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti S Soetiono di Jakarta, Kamis (7/8/2014).
Kusumaningtuti mengungkapkan, 750 perusahaan investasi tersebut terdata oleh regulator sejak tahun 2013 hingga sebelum libur hari raya Idul Fitri lalu. Selain tidak memiliki izin, perusahaan-perusahaan tersebut ada pula yang memiliki izin namun disalahgunakan. "Ada yang sudah memegang izin tapi izinnya disalahgunakan. Misalnya kemarin ada yang izin investasinya untuk mesin malah untuk ritel. Ini juga sudah dilaporkan ke Satgas Waspada Investasi," jelas Kusumaningtuti.
Selain itu, mulai akhir bulan Maret lalu sampai sebelum libur Lebaran, OJK sudah menerima sebanyak 126 informasi, pengaduan, pertanyaan mengenai legalitas jenis investasi semacam MMM. Pengaduan dan pernyataan tersebut diterima OJK melalui layanan telepon OJK. "Karena yang begini banyak dan bukan lembaga keuangan. Kita ingatkan hati-hati. Kalau bingung atau punya pertanyaan tentang investasi seperti ini, telepon saja ke OJK," ucap Kusumaningtuti.
Ada tiga jenis orang yang nyemplungke skema money game. Mereka yang serakah, orang yang tidak melek keuangan, dan orang yang kepepet butuh uang. Demikian pendapat Lukas Setia Atmaja, pengajar di Prasetiya Mulya Business School.
Jenis orang yang tidak melek keuangan dan yang kepepet butuh uang bisa disadarkan. Misalnya, masyarakat yang tidak melek keuangan bisa disadarkan dengan terus-menerus melakukan sosialisasi produk keuangan dan investasi yang legal. Yang paling susah dicari penawarnya adalah jenis orang yang serakah. Pasalnya, sifat greedy sudah ada dalam diri setiap orang. Bedanya, ada yang bisa mengendalikan, ada yang tidak. “Kalaugreedy, ya, susah,” keluh Lukas.
Tiga tahun terakhir Lukas mengamati skema ponzi tak pernah lenyap dari masyarakat Indonesia. Padahal, sudah ribuan orang kehilangan uang triliunan rupiah. Ibarat pepatah, patah tumbuh hilang berganti. Satu penjaja skema ponzi kabur, tak butuh waktu lama, muncul lagi yang baru. Malah, belum kabur pelakunya, penjaja skema ponzi yang lain sudah bermunculan.
Penyebab utamanya, ya, sifat serakah tadi. Setiap ada tawaranmoney game baru, malah menjadi peluang bagi sebagian masyarakat untuk mencari untung. Adu cepat masuk, biar peluang untung lebih besar. Yang masuk belakangan bakal menjadi korban.
Pada akhirnya, yang masuk belakangan itu bisa jadi kembali masuk ke lingkaran setan. “Waktu dipanggil Komisi XI DPR terkait kasus GTIS (Golden Traders Indonesia Syariah), saya melihat ada korban eks Antaboga yang juga menjadi korban di situ. Jadi, ada sekelompok orang yang suka spekulatif,” kata Sardjito, Ketua Satgas Waspada Investasi.
Latar belakang orang serakah tadi bisa bermacam-macam. Ada pejabat, politisi, tentara, polisi, jenderal aktif dan yang sudah purnawirawan, bankir, karyawan bank, pegawai negeri sipil, guru, pemuka agama, buruh, petani, hingga penganggur. Mereka ada yang sekadar numpang membiakkan uang. Namun, ada pula yang naik pangkat menjadi agen, marketing, dan manajer yang memasarkan dan mempromosikan skema ponzi.
Selama masih ada orang yang serakah, skema seperti ini akan terus berkembang. Yang berbeda paling hanya kedoknya. Dulu ada PT Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) yang berkedok investasi agribisnis. Lalu ada Koperasi Langit Biru yang berkedok investasi daging sapi. Tak lama, muncul GTIS dan sejenisnya, yang dengan licik menggunakan topeng investasi emas.
Belakangan muncul Eastcape Mining Corporation (ECMC) yang memakai kedok penjualan saham pra-IPO (initial public offering). Masih seputar saham, ada Virgin Gold Mining Corporation (VGMC) yang menawarkan convertible preferred stocks. Eh, belum lepas dari ingatan publik soal triliunan rupiah duit masyarakat yang digondol VGMC dan ECMC, muncul Index Golden Bird yang mengusung skema serupa.
Pidana turut serta
Para pencari keuntungan dari skema haram ini sejatinya juga bisa dijerat dengan ancaman hukuman pidana. Jadi bukan cuma aktor utama money game yang terancam masuk bui. Masyarakat yang berperan sebagai agen dan pemasaran yang memasarkan dan mempromosikan hingga anggota yang mendapat keuntungan juga bisa ditindak. Rujukan hukum tindakan ini adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam Bab V soal penyertaan dalam tindak pidana sudah mengatur hal itu.
Pasal 55 KUHP menyebutkan, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Sementara dalam Pasal 56 menyebutkan, mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan dan mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan dapat dipidana sebagai pembantu kejahatan.
Artinya, masyarakat yang bertindak sebagai pemasar, konsultan,leader, manajer, atau sebutan apa pun yang mempromosikan dan mencari atau mendapatkan keuntungan dari penipuan berkedok investasi dan sebagainya itu bisa diancam pidana. “Pihak yang sebenarnya tahu, tapi tetap masuk dan mencari keuntungan, saya selalu pikirkan bagaimana orang-orang kayak gini juga dipidana. Mereka jelas tahu bisnisnya tidak masuk akal,” tandas Sardjito.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Ronny Sompie mendukung pernyataan Sardjito. Ia bilang, pemerintah telah melakukan upaya pencegahan dengan sosialisasi kepada masyarakat. “Kalau tetap masuk, mereka itu gambler. Mereka bukan korban, tapi mencari kesempatan untuk menguntungkan dirinya sendiri,” ujarnya. Istilahnya adalah korban pelaku bukan saksi korban
Masalahnya, upaya menjerat orang-orang yang membuat modus penipuan ini tumbuh subur tidak berjalan optimal. Ambil contoh kasus investasi emas bodong Raihan Jewellery. Semula, selain Muhammad Azhari yang merupakan pemilik Raihan, polisi juga menetapkan Theresia Rosiana dan Maxsie Sarjuanda sebagai tersangka. Theresia dan Maxsie merupakan pimpinan cabang Raihan di Surabaya. Berkas Azhari dilanjutkan ke kejaksaan hingga vonis di Pengadilan Negeri Surabaya. Namun, Theresia dan Maxsie hanya dikenai wajib lapor oleh Polda Jawa Timur.
Sikap penegak hukum yang terkesan tidak adil dan ogah-ogahan ini membuat masyarakat yang merasa menjadi korban acap kali bertindak sendiri menuntut pengembalian uang mereka. Contohnya gampang ditemui. Paling anyar adalah aksi penyitaan mobil Gold Stock Manager PT Gold Bullion Indonesia (GBI) Adi Priantomo Widodo, 25 April 2014 lalu. Aksi ini dilakukan sejumlah nasabah yang tergabung dalam Forum Perjuangan Nasabah lantaran tidak ada kejelasan nasib pengembalian dana mereka.
No comments:
Post a Comment