Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengusulkan tarif angkutan umum dan darat naik sekitar 60 persen. Kenaikan tarif untuk mengantisipasi membengkaknya kerugian pengusaha angkutan akibat kebijakan pembatasan penjualan solar yang diterbitkan Badan Pengatur Hulu dan Migas (BPH Migas). "Kami masih melakukan evaluasi. Namun, diperkirakan kenaikan tarif angkutan umum mencapai 60 persen," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Organda Andriansyah ketika dihubungi Rabu, 6 Agustus 2014.
Usulan sebesar 60 persen tersebut, menurut Andriansyah, diperoleh dari penghitungan dampak penggunaan solar bersubsidi menjadi solar nonsubsidi terhadap biaya operasional. Ia menyatakan selisih antara harga solar subsidi dengan solar nonsubsidi mencapai 130 persen. Sedangkan kontribusi harga bahan bakar terhadap biaya operasional mencapai 45 persen. "Kenaikan tarif 60 persen tersebut belum mempertimbangkan kemungkinan terjadinya multiplier effect,"kata dia.
Kenaikan tarif juga dilakukan dengan mempertimbangkan waktu dan jarak tambahan yang harus ditempuh untuk mengisi bahan bakar di luar wilayah. Hal ini dialami oleh angkutan umum di Jakarta Pusat. "Akibat ada upaya ekstra ini, biaya operasionalnya jadi bertambah sehingga membutuhkan penyesuaian tarif," kata dia.
Adriansyah mengatakan Kementerian Perhubungan telah memberikan kesempatan kepada Organda untuk mengajukan usulan besar kenaikan tarif angkutan umum. Hingga saat ini Organda masih melakukan evaluasi besar kenaikan tarif tersebut. Organda juga nantinya akan menentukan wilayah mana saja yang mengalami kenaikan tarif.
Jenis angkutan umum yang akan mengalami kenaikan tarif adalah bus kecil kapasitas 16 penumpang, bus sedang kapasitas 27 penumpang, dan bus besar kapasitas 55 penumpang. Selain itu, biaya distribusi dan logistik angkutan barang juga mengalami kenaikan. "Sebanyak 95 persen dari angkutan barang menggunakan solar bersubsidi," ujar Adriansyah.
Di sejumlah daerah, ongkos angkutan umum sudah naik dua kali lipat sejak dibatasinya waktu penjualan solar. Di Cirebon, Jawa Barat, misalnya. Tarif angkutan dari Terminal Harjamukti-Ciledug di Kabupaten Cirebon naik menjadi Rp 12 ribu dari sebelumnya Rp 6 ribu per orang. Kenaikan tarif juga berlaku untuk bus jurusan Cirebon-Kadipaten di Kabupaten Majalengka. Menurut sopir bus, Jarot, saat ini ongkos naik menjadi Rp 30 ribu per orang dari Rp 15 ribu per orang.
Kenaikan tarif dilakukan setelah BPH Migas memutuskan pembatasan penjualan solar bersubsidi dan Premium di jalan tol. Mulai 1 Agustus 2014, pemerintah menerapkan kebijakan pelarangan penjualan solar bersubsidi di SPBU Jakarta Pusat. Kebijakan ini menyusul keputusan pemerintah untuk memangkas kuota BBM subsidi menjadi 46 juta kiloliter dari sebelumnya 48 juta kiloliter.
Kemudian, pada 4 Agustus, kebijakan pengendalian BBM subsidi dilanjutkan dengan mengatur waktu penjualan pada pukul 08.00-18.00 waktu setempat di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali. Namun pengaturan waktu penjualan hanya dilakukan di sejumlah SPBU, di cluster-cluster yang dekat dengan industri pertambangan, perkebunan, dan kehutanan.
Pada 6 Agustus, pemerintah menetapkan pelarangan penjualan Premium subsidi di rest area di jalan tol. Juga, pelarangan solar subsidi bagi kapal nelayan di atas 30 gross ton.
No comments:
Post a Comment