Pelarangan impor produk pangan dari Eropa dan Amerika Serikat ke Rusia bisa berdampak positif dan negatif bagi Indonesia. "Mungkin tidak besar, tapi kami sedang cermati," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Jumat, 8 Agustus 2014.
Menurut Bayu, sisi positifnya, Rusia yang biasa mendapat pasokan dari pasar-pasar besar terpaksa mencari pasar baru. Gandum, misalnya, karena permintaan berkurang, harganya bisa turun. "Itu yang akan menguntungkan Indonesia sebagai pengimpor gandum yang cukup besar," tuturnya.
Namun ada juga sisi negatif dari kebijakan Rusia tersebut. Sebagai negara yang mengimpor kedelai dan gula, Rusia otomatis akan kehilangan pasokan dari Amerika Serikat dan Eropa. Jadi, mereka akan melirik pasar Amerika Latin seperti Brasil. Artinya, jika permintaan gula dan kedelai Rusia beralih ke Brasil, maka harga jual dari Brazil akan semakin tinggi.
Padahal Indonesia juga mengimpor sebagian dari produk-produk tersebut dari negara yang sama. "Ini baru satu-dua hari, ya. Tapi di pasar komoditas sudah mulai bergerak, jadi harus tetap kita cermati," ujar Bayu.
Kemarin, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan pelarangan atau pembatasan impor pertanian dari negara-negara yang menerapkan sanksi ke Rusia terkait dengan krisis Ukraina. Dalam dekritnya, kebijakan tersebut diterapkan juga untuk impor pangan selama setahun.
Lebih rinci, Perdana Menteri Dmitry Medvedev mengatakan embargo produk makanan ini terutama berasal dari Uni Eropa, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Barat lainnya. Adapun sejumlah produk makanan yang dilarang pemasukannya adalah buah-buahan, daging, ikan, susu, dan produk susu.
No comments:
Post a Comment