Pembiayaan di sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) di Tanah Air menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perbankan, khususnya PT Bank Tabungan Pembangunan Daerah (BTPN). Perusahaan yang dimiliki oleh Texas Pasific Group (TPG) tidak perlu bersaing dengan PT Bank Rakyat Indonesia.
Menurut Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat potensi pasar UKM masih terbuka lebar, walau selama ini pemimpin di bisnis pembiayaan UKM adalah BRI. Namun, BRI baru mampu menjangkau sekitar sepertiga dari seluruh unit usaha UKM yang ada.
Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, hingga akhir 2011 terdapat sekitar 55 juta unit UKM di seluruh Indonesia, dan diperkirakan masih akan terus bertambah. BTPN sendiri memperkirakan terdapat sekitar 15 juta UKM di seluruh Indonesia yang cukup potensial untuk dijadikan target pasar.
"Namun tantangan terbesar di bisnis pembiayaan UKM adalah jarak (distance). Berbeda dengan perusahaan formal yang rata-rata berkantor di pusat kota, banyak dari perusahaan UKM yang menjalankan usahanya di lokasi yang terpencil dan jauh dari mana-mana," kata Teguh dalam risetnya 8 Mei 2012.
Ia mengungkapkan kondisi ini mau tidak mau membuat layanan perbankan juga sulit menjangkau mereka. Namun, BTPN mampu mengatasi hal tersebut dengan menggunakan setidaknya dua strategi. Pertama, dengan mengembangkan community banking di mana BTPN membuka unit layanan (sub kantor cabang) di tengah-tengah komunitas UKM, misalnya dekat pasar tradisional.
Kedua, jika para pengusaha UKM tidak sempat untuk datang ke bank, maka BTPN yang mendatangi mereka. Caranya dengan menggunakan teknologi Electronic Data Capture (EDC) yang menggunakan sidik jari, di mana petugas bank datang ke nasabah dengan membawa mesin EDC.
"Dengan cara ini, maka nasabah yang tinggal di pedalaman sekalipun tetap bisa bertransaksi perbankan dengan BTPN," tuturnya.
Dengan beberapa strategi tersebut, BTPN mencatat kredit UKM Rp7,4 triliun pada kuartal pertama 2012, tumbuh 10,1% dibanding periode yang sama tahun 2011. Capain ini belum menjadi catatan pertumbuhan yang menggembirakan sebab kredit UKM baru menyumbang sekitar 23,5% dari seluruh kredit yang disalurkan oleh BTPN. Sebagian besar dari kredit yang disalurkan oleh BTPN masih merupakan kredit pensiunan.
Namun, dengan pembukaan lebih dari 500 unit layanan UKM 2009 lalu serta penerapan berbagai strategi, maka prospek bisnis pembiayaan UKM milik BTPN ini masih cukup cerah. Saat ini dari seluruh unit layanan BTPN sendiri, yang tersebar di seluruh Indonesia, 49% di antaranya merupakan unit layanan UKM, atau sudah lebih besar dari unit layanan pensiunan sebesar 40%.
Terkait rencana ekspansi perusahaan di bidang pembiayaan UKM ini, perusahaan telah dan akan terus mengembangkan program ‘Daya Tumbuh Usaha’, yaitu pusat pelatihan kewirausahaan bagi para pelaku UKM.
Menyaol bisnis asli perusahaan, yaitu kredit pensiunan, BTPN fokus pada pengembangan layanan kesehatan dan asuransi jiwa bagi para pensiunan yang menjadi nasabah di BTPN. Melalui program ‘Daya Sehat Sejahtera’, unit layanan pensiunan BTPN menyediakan brosur informasi kesehatan, layanan klinik, dan konsultasi kesehatan. Hasilnya, sepanjang 2011 BTPN mencatat jumlah nasabah pensiunan sebanyak 520 ribu nasabah, tumbuh dari 250 ribu di 2010.
Di luar bisnis UKM dan pensiunan, BTPN memiliki dua unit bisnis, yaitu kredit umum dan syariah, meski porsinya masih kecil. Pada bisnis kredit umum, BTPN mengembangkan layanan productive poor, yaitu layanan pemberian pinjaman dalam jumlah kecil (maksimal Rp5 juta).
"BTPN memperkirakan terdapat sedikitnya 36 juta penduduk di seluruh Indonesia cukup potensial sebagai target pasar dari layanan productive poor ini, sehingga peluangnya masih terbuka cukup lebar.
BTPN juga mengembangkan brand ‘Sinaya’, yaitu layanan pemberian pinjaman bagi usaha dengan skala yang lebih besar. Kedua layanan ini (productive poor dan Sinaya) sama-sama masih dalam tahap pengembangan, dan penulis perkirakan baru akan memberi kontribusi pendapatan bagi perusahaan dalam 1 – 2 tahun mendatang.
Sementara dari unit bisnis syariah, pada 2012 BTPN sedang mengembangkan program ‘Tunas Usaha Rakyat’ (TUR), yaitu program yang kurang lebih sama dengan program pembiayaan UKM, hanya dikemas dalam bentuk syariah. Pangsa pasar yang diincarkelompok wanita di kalangan menengah ke bawah di pedesaan, agar bisa turut membantu para suaminya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
"Program yang cukup unik. Jadi para personel bank, yang juga merupakan para wanita memberikan penyuluhan kewirausahaan bagi para ibu-ibu di pedesaan. Jika program TUR ini sukses, maka turut memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan bagi BTPN," ungkapnya.
Pada kuartal pertama 2012, laba bersih tercatat Rp439 miliar, naik 61,5% dari sebelumnya Rp272 miliar. Modal bersih perusahaan juga terus meningkat, menjadi Rp6,2 triliun dari Rp5,6 triliun pada tiga bulan sebelumnya. Rasio-rasio keuangan BTPN masih berada pada posisi yang sangat baik. CAR perusahaan masih kuat di 22,2%, sementara ROE-nya kini sudah menembus 31,3%.
BTPN juga berhasil menekan rasio net NPL-nya menjadi hanya 0,4%. Angka tersebut lebih baik dibanding net NPL-nya BRI, yang mencapai 0,8%.
"Kinerja BTPN terbilang sangat bagus dan juga senantiasa meningkat dari tahun ke tahun karena pembebanan bunga yang cukup besar bagi masyarakat yang memperoleh pinjaman dari perusahaan," tuturnya. Sementara dari sisi investasi, BTPN ini sangat menarik serta bisa menjadi alternatif bila bosen dengan BBRI.
No comments:
Post a Comment