Penyelewengan anggaran perjalanan dinas sebesar 30-40 persen dari biaya perjalanan dinas Rp 18 triliun selama setahun merupakan indikasi perampokan uang rakyat. Temuan BPK mengindikasikan bahwa perampokan uang rakyat terjadi merata di semua instansi pemerintah.
Terkait dengan indikasi manipulasi dana perjalanan dinas yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melaksanakan uji petik atas sejumlah instansi.
Instansi-instansi itu adalah Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta Arsip Nasional Republik Indonesia.
Demikian ”Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap Perundang-undangan Tahun 2010” yang dikeluarkan BPK. Dalam laporan yang dokumennya diperoleh Kompas pada akhir pekan lalu itu disebutkan, auditor BPK telah menguji sejumlah bukti yang mengindikasikan manipulasi dana perjalanan dinas ini.
Sejumlah bukti itu berupa tiket pesawat, pajak bandar udara (airport tax), transportasi lokal, penginapan, uang harian, dan konfirmasi pada maskapai penerbangan.
Modus yang ditemukan BPK setidaknya ada empat. Pertama, maskapai penerbangan yang digunakan dalam pelaksanaan berbeda dengan yang dilaporkan. Kedua, jumlah hari dinas tak sesuai dengan yang dipertanggungjawabkan. Ketiga, melaporkan perjalanan dinas fiktif. Keempat, menggunakan tiket asli tetapi palsu (aspal), yaitu sama sekali tidak melakukan perjalanan dinas atau memakai moda transportasi lain.
Terkait dengan indikasi manipulasi dana perjalanan dinas yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melaksanakan uji petik atas sejumlah instansi.
Instansi-instansi itu adalah Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta Arsip Nasional Republik Indonesia.
Demikian ”Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap Perundang-undangan Tahun 2010” yang dikeluarkan BPK. Dalam laporan yang dokumennya diperoleh Kompas pada akhir pekan lalu itu disebutkan, auditor BPK telah menguji sejumlah bukti yang mengindikasikan manipulasi dana perjalanan dinas ini.
Sejumlah bukti itu berupa tiket pesawat, pajak bandar udara (airport tax), transportasi lokal, penginapan, uang harian, dan konfirmasi pada maskapai penerbangan.
Modus yang ditemukan BPK setidaknya ada empat. Pertama, maskapai penerbangan yang digunakan dalam pelaksanaan berbeda dengan yang dilaporkan. Kedua, jumlah hari dinas tak sesuai dengan yang dipertanggungjawabkan. Ketiga, melaporkan perjalanan dinas fiktif. Keempat, menggunakan tiket asli tetapi palsu (aspal), yaitu sama sekali tidak melakukan perjalanan dinas atau memakai moda transportasi lain.
Dilakukan masif
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan di Jakarta, Senin (14/5/2012), menegaskan, korupsi dana perjalanan dinas oleh pegawai negeri sipil (PNS) secara perseorangan bisa jadi tidak terlalu besar jumlahnya. Namun, karena dilakukan secara masif di lingkungan birokrasi, penyimpangan ini menyebabkan anggaran APBN untuk biaya perjalanan PNS melonjak.
”Modus-modus yang ditemukan BPK lucu-lucu. Ada satu orang ditemukan melakukan perjalanan ke dua tempat yang berbeda pada tanggal yang sama. Ada juga perjalanan dinas yang diatur, padahal PNS-nya tidak melakukan perjalanan. Uang yang sudah terkumpul kemudian dibagi-bagi di akhir tahun. Ada juga penggelembungan melalui tiket fiktif, lamanya perjalanan misalkan dari 5 hari ditulis menjadi 10 hari,” kata Yuna.
Menurut Yuna, sistem belanja perjalanan dinas memang menjadi ajang ”bancakan” birokrasi. Tren anggaran perjalanan dinas sejak 2009 terus naik. Pada APBN 2009 dianggarkan Rp 2,9 triliun. Pada APBN-P 2009 menjadi Rp 12,7 triliun, tetapi realisasinya membengkak menjadi Rp 15,2 triliun.
Pada APBN 2010 pemerintah menetapkan anggaran perjalanan dinas PNS Rp 16,2 triliun. Namun, pada APBN-P 2010 naik menjadi Rp 19,5 triliun dan realisasinya Rp 18 triliun. Pada APBN 2011 dianggarkan Rp 24,5 triliun dan APBN-P 2011 sebesar Rp 23,9 triliun.
Tren kenaikan belanja perjalanan ini diikuti dengan tren kenaikan penyimpangan uang perjalanan dinas tersebut. Dari hasil audit BPK 2009 yang direkap Fitra, ada temuan penyimpangan sebesar Rp 73,5 miliar di 35 kementerian dan lembaga. Sementara itu pada 2010 ada temuan penyimpangan Rp 89,5 miliar di 44 kementerian dan lembaga.
”Modus-modus yang ditemukan BPK lucu-lucu. Ada satu orang ditemukan melakukan perjalanan ke dua tempat yang berbeda pada tanggal yang sama. Ada juga perjalanan dinas yang diatur, padahal PNS-nya tidak melakukan perjalanan. Uang yang sudah terkumpul kemudian dibagi-bagi di akhir tahun. Ada juga penggelembungan melalui tiket fiktif, lamanya perjalanan misalkan dari 5 hari ditulis menjadi 10 hari,” kata Yuna.
Menurut Yuna, sistem belanja perjalanan dinas memang menjadi ajang ”bancakan” birokrasi. Tren anggaran perjalanan dinas sejak 2009 terus naik. Pada APBN 2009 dianggarkan Rp 2,9 triliun. Pada APBN-P 2009 menjadi Rp 12,7 triliun, tetapi realisasinya membengkak menjadi Rp 15,2 triliun.
Pada APBN 2010 pemerintah menetapkan anggaran perjalanan dinas PNS Rp 16,2 triliun. Namun, pada APBN-P 2010 naik menjadi Rp 19,5 triliun dan realisasinya Rp 18 triliun. Pada APBN 2011 dianggarkan Rp 24,5 triliun dan APBN-P 2011 sebesar Rp 23,9 triliun.
Tren kenaikan belanja perjalanan ini diikuti dengan tren kenaikan penyimpangan uang perjalanan dinas tersebut. Dari hasil audit BPK 2009 yang direkap Fitra, ada temuan penyimpangan sebesar Rp 73,5 miliar di 35 kementerian dan lembaga. Sementara itu pada 2010 ada temuan penyimpangan Rp 89,5 miliar di 44 kementerian dan lembaga.
No comments:
Post a Comment