Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Satria Hamid, mengatakan peritel tidak anti terhadap produk hortikultura lokal.
Namun, kata Satria, produk lokal selama ini belum bisa memenuhi kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan oleh peritel. "Kita tidak anti produk lokal," sebut Satria kepada sejumlah wartawan, di Jakarta, Jumat (18/5/2012).
Ia menerangkan, selama ini peritel melakukan impor produk hortikultura karena, salah satunya, untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Peritel pun harus melakukan diferensiasi produknya. "Untuk itu kita harus melakukan importasi produk," sambung dia.
Impor pun dilakukan karena industri hortikultura nasional belum bisa memberikan kuantitas dan kualitas seperti produk impor. Permasalahan yang terjadi seperti mutu produk buah lokal yang tak konsisten.
Penyusutan volume buah yang dikirim pun bisa terjadi. "Susut bisa 20 kilogram. Itu nggak boleh kan kalau bicara dengan ritel modern," tegas Satria.
Belum lagi, ketersediaan produk hortikultura lokal terkendala oleh pengaruh musim tanah, cuaca ekstrim, hingga pola tanam. Kendala ini, menurut dia, bisa dihadapi oleh produk impor. "Produk impor bisa kontinu," sambungnya.
Ke depan, ia mengatakan, Aprindo berharap ada perbaikan dari industri hortikultura nasional baik dalam hal kualitas dan kuantitas produk. Tak hanya itu, sistem logistik pun harus diperbaiki. Ini dikatakan Satria menyusul banyaknya pungutan liar yang dijumpai dalam distribusi produk.
Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta pun berpendapat buah impor bisa lebih bagus dalam hal kemasan. "Kalau kirim dari China, sudah dirapiin, dibungkus satu-satu, satu size (ukuran), dimasukin cold storage," kata Tutum.
Oleh sebab itu, terang dia, untuk mengembangkan industri hortikultura nasional diperlukan satu gerakan yakni pembinaan dan riset yang benar. "Agar bisa produk lokal menyaingi produk-produk yang diijinkan diimpor," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment