Untuk mendongkrak pamor pariwisata Indonesia di luar negeri, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan mempromosikan Indonesia sebagai tempat pembuatan film. Untuk itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, bekerja sama dengan Balinale International Film Festival, akan mendekati studio- studio film di Hollywood untuk menawarkan Indonesia sebagai lokasishooting film.
Untuk menjaring wisatawan domestik dan mancanegara, digelar berbagai pameran wisata, termasuk Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara. Kegiatan ini dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan PT Wahyu Promocitra pada 31 Mei-3 Juni 2012.
Presiden Direktur PT Wahyu Promocitra Sukur Saka mengatakan, pameran diadakan agar pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan di bidang pariwisata lebih intensif mempromosikan dan memasarkan produk industri pariwisata yang ada di seluruh pelosok daerah.
Secara terpisah, Deborah Gabinetti, Direktur Bali Film Centre, mengatakan, Balinale International Film Festival mengundang sejumlah profesional di bidang perfilman dunia. Mereka diundang untuk tidak hanya ikut dalam festival film, tetapi juga menjajaki kemungkinan menjadikan Indonesia sebagai lokasi shooting ataupun ide cerita untuk film mereka
Pemerintah Malaysia ingin bekerja sama di bidang perfilman dengan Indonesia melalui perwujudan nota kesepahaman. Hal itu disampaikan Menteri Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Rais Yatim di Jakarta, Kamis (31/5/2012).
"Film merupakan salah satu industri kreatif yang perlu dijadikan sebagai jembatan untuk mencari manfaat kemasyarakatan, dan Indonesia adalah rekan paling penting bagi Malaysia. Nota kesepahaman yang baik di bidang film akan mempererat hubungan antarmasyarakat," kata Rais Yatim.
Keinginan Pemerintah Malaysia tersebut perlahan mulai diwujudkan dengan membentuk Kolaborasi Film Malaysia-Indonesia (Kofi Malindo) yang dideklarasikan pada hari Kamis.
Kofi Malindo, lanjut Rais Yatim, diharapkan dapat mewujudkan industri perfilman yang maju bagi kedua negara. Dengan sistem manajemen yang melibatkan unsur pemain industri film dari kedua belah pihak, Kofi Malindo diharapkan dapat menguasai pasar perfilman di Indonesia dan Malaysia.
"Perfilman, sebagai industri yang maju di Indonesia dan yang hendak maju di Malaysia, dapat dibawa pada kesepahaman untuk meningkatkan hubungan people to people," lanjutnya.
Menurut Rais Yatim, keberadaan film asing atau film impor di kawasan Indonesia dan Malaysia perlu dikurangi dan diperkuat dengan peredaran film lokal.
"Monopoli sinematografi Hollywood dan Bollywood perlu dikurangi sehingga melalui kerja sama tersebut dapat menelurkan visi baru dalam dunia perfilman di kedua negara," katanya.
Kofi Malindo dibentuk untuk mendorong kembali kerja sama masyarakat perfilman Indonesia yang bernaung di bawah payung Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dan Perbadanan Kemajuan Filem Nasional Malaysia (Finas).
Film kolaborasi pertama Kofi Malindo adalah "Gerimis Mengundang", yang melibatkan dua perusahaan produksi film Indonesia dan Malaysia.
"Film merupakan salah satu industri kreatif yang perlu dijadikan sebagai jembatan untuk mencari manfaat kemasyarakatan, dan Indonesia adalah rekan paling penting bagi Malaysia. Nota kesepahaman yang baik di bidang film akan mempererat hubungan antarmasyarakat," kata Rais Yatim.
Keinginan Pemerintah Malaysia tersebut perlahan mulai diwujudkan dengan membentuk Kolaborasi Film Malaysia-Indonesia (Kofi Malindo) yang dideklarasikan pada hari Kamis.
Kofi Malindo, lanjut Rais Yatim, diharapkan dapat mewujudkan industri perfilman yang maju bagi kedua negara. Dengan sistem manajemen yang melibatkan unsur pemain industri film dari kedua belah pihak, Kofi Malindo diharapkan dapat menguasai pasar perfilman di Indonesia dan Malaysia.
"Perfilman, sebagai industri yang maju di Indonesia dan yang hendak maju di Malaysia, dapat dibawa pada kesepahaman untuk meningkatkan hubungan people to people," lanjutnya.
Menurut Rais Yatim, keberadaan film asing atau film impor di kawasan Indonesia dan Malaysia perlu dikurangi dan diperkuat dengan peredaran film lokal.
"Monopoli sinematografi Hollywood dan Bollywood perlu dikurangi sehingga melalui kerja sama tersebut dapat menelurkan visi baru dalam dunia perfilman di kedua negara," katanya.
Kofi Malindo dibentuk untuk mendorong kembali kerja sama masyarakat perfilman Indonesia yang bernaung di bawah payung Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dan Perbadanan Kemajuan Filem Nasional Malaysia (Finas).
Film kolaborasi pertama Kofi Malindo adalah "Gerimis Mengundang", yang melibatkan dua perusahaan produksi film Indonesia dan Malaysia.
No comments:
Post a Comment