Ketua Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menjelaskan pengusaha Indonesia belum banyak yang bermain di pasar hedging (lindung nilai). "Kami hedging case by case. Belum terlalu banyak karena tadinya percaya rupiah sudah stabil Rp 9.000-9.500, tapi diblack market rupiah sudah sempat Rp 9.800," ujar Sofjan kepada Tempo, Ahad, 27 Mei 2012.
Sofyan berharap rupiah bisa lebih tenang pekan depan. "Yang kami khawatirkan membeli barang, kami utang dalam dolar, kalau kurs berubah terlalu cepat, kami rugi," ucapnya.
Terkait dengan kebutuhan untuk instrumen hedgingjangka panjang di dalam negeri, Sofyan menilai, meskipun berguna, otoritas keuangan perlu mengkaji risikonya baik-baik. "Ini harus hati-hati. Ini ada unsur judi, nanti malah digunakan untuk spekulasi," ucap Sofyan.
Ia menilai baik kebijakan BI yang hanya mengizinkan hedging untuk jangka waktu kurang dari setahun. "Kalau kami minta lebih dari setahun, BI juga tidak mau kasih kami. Tapi ya lebih baik daripada digunakan untuk berjudi," ujarnya.
Sebelumnya Kepala Biro Humas bank Indonesia, Difi A. Johansyah, membenarkan pasar valuta asing domestik membutuhkan lebih banyak instrumen valas untuk hedging. Sejauh ini instrumen hedging yang berkembang masih jangka pendek antara 2 hari sampai 3 bulan.
Pengembangan instrumen hedging dengan jangka yang lebih panjang dinilai penting untuk menghindari kerugian akibat volatilitas kurs rupiah. Selain itu instrumen ini juga dinilai penting untuk memfasilitasi eksportir, importir, ataupun investor yang selama ini masih bermain di non-derivative forward (perdagangan mata uang berjangka/NDF) di luar negeri.
Dalam perdagangan Jumat, 25 Mei 2012, nilai tukar rupiah sempat menembus angka Rp 9.515. Perlemahan rupiah disebut-sebut tergerek kurs rupiah di pasar NDF luar negeri.
No comments:
Post a Comment