Sejak tahun 2000-an, produksi batubara Indonesia meningkat. Total produksi mencapai 450 ton pada tahun 2012. Sementara tahun 2011, Indonesia mengalahkan Australia sebagai produsen batubara terbesar di dunia.
Sebagian besar batubara Indonesia diekspor. Pasar terbesar adalah China. Karena tujuannya adalah ekspor, acap kali didengungkan, batubara akan membantu Indonesia meraih lebih banyak keuntungan yang akan berimbas pada kesejahteraan ekonomi.
Namun, apakah yang terjadi demikian? Greenpeace Indonesia dalam laporan studi terbarunya "Batubara Melukai Perekonomian Indonesia" mengungkap bahwa eksploitasi batubara tak punya dampak besar, atau malah dalam jangka panjang merugikan ekonomi.
"Data-data faktual yang kita temukan menyatakan bahwa batubara ternyata tidak berkontribusi besar pada perekonomian," ungkap Arif Fiyanto, juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Selasa (18/3/2014).
Greenpeace menyorot penurunan indeks harga batubara internasional, termasuk FOB Kalimantan, yang menurun sejak tahun 2011. Hal itu memengaruhi pendapatan Indonesia. Tahun 2012, neraca berjalan Indonesia defisit. Ekspor batubara tak cukup memenuhi kebutuhan pembayaran untuk impor.
Meledaknya produksi batubara juga meningkatkan nilai tukar, membuat biaya ekspor lebih tinggi sehingga harga kurang kompetitif. Di sisi lain, investasi besar pada batubara membuat sektor industri manufaktur di mana Indonesia berpeluang berkembang tidak tumbuh.
Greenpeace mengungkap bahwa dalam jangka panjang, batubara juga tak akan bisa menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan. Hal ini terkait dengan kebijakan China yang berupaya mengurangi konsumsi batubara.
Tahun 2013, polusi China disorot dunia. Di Beijing, polusi partikulat kecil berukuran diameter 2,5 mikrometer mencapai 886 mikrogram per meter kubik, 30 kali lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Hal itu mendorong adanya kebijakan untuk mengurangi polusi udara dan pemakaian batubara. China sebaliknya mulai fokus mengembangkan energi terbarukan. Tahun 2013, China menginvestasikan 61 miliar dollar AS untuk pengembangan energi terbarukan itu.
Arif mengungkapkan, "Indonesia sudah tidak perlu mengembangkan sektor tambang batubara. Investasi ke batubara seharusnya dialihkan untuk investasi sektor yang memiliki nilai tambah lebih tinggi, misalnya energi terbarukan."
Arif menambahkan, batubara tidak hanya melukai ekonomi Indonesia, tetapi lingkungan dan masyarakat. tambang batubara memicu pembabatan hutan serta konflik dengan masyarakat adat di berbagai wilayah.
"Batubara juga bahan bakar fosil dengan emisi tertinggi. Kalau kita terus mengembangkan batubara, target penurunan emisi sebesar 26 persen tidak akan tercapai," jelas Arif.
No comments:
Post a Comment