"Selain rantai niaga yang semakin tidak sehat, insfrastruktur, transportasi, dan sarana supply chain yang perlu pembenahan yang serius," kata Syukur, Jumat, 21 Maret 2014. Syukur mengatakan pembenahan di hilir ini memerlukan perhatian. Jika tidak ada pembenahan, daya saing bisnis peternak unggas, terutama menjelang era pasar tunggal ASEAN, akan semakin tergerus. "Peternak dan konsumen selalu menjadi korban. Harga di peternak terus menurun, sementara harga di konsumen bertahan tinggi," ujarnya.
Mengenai pola pemangkasan rantai niaga ayam dengan penjualan ayam potong langsung dari peternak, Syukur menyatakan menyetujui pola tersebut. Sebab, selain rawan penyebaran penyakit flu burung, penjualan ayam dalam bentuk hidup membuat pasar kotor. "Sebaiknya ayam dipotong di peternak dan kalau bisa dijual ke pasar dalam bentuk beku, dijamin lebih sehat, higienis, juga menekan munculnya penyakit AI (avian influenza/flu burung)," ujarnya.
Untuk itu, menurut dia, pemerintah dan peternak sepakat untuk membangun rumah potong ayam. "Setiap peternak yang skala usahanya 500 ribu ekor ke atas harus dilengkapi dengan rumah potong ayam," ujarnya. Peternak ayam potong yang tergabung dalam Forum Unggas Peternak Nusantara mendesakpemerintah memberlakukan tata niaga ayam. Tanpa pengaturan perdagangan, peternak kecil terdesak lantaran harga jual ayam di pasar lebih rendah dari biaya produksi.
Menurut Ketua Umum Pusat Informasi Pasar (Pinsar) Unggas Nasional, Hartono, rendahnya harga jual ayam disebabkan oleh banjir pasokan dari peternak besar di pasar tradisional. Hal ini terjadi lantaran pemerintah tidak membagi segmen pasar bagi peternak rakyat dan industri peternakan besar. "Terjadi persaingan yang tidak adil. Pengusaha besar bisa menjual dengan harga yang melemahkan peternak kecil," kata dia di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa, 3 Desember 2013.
Saat ini, Hartono mengatakan, biaya produksi ayam mencapai Rp 17.000 per ekor. Biaya tersebut muncul dari harga bibit ayam dan pakan yang tengah melambung. Namun harga ayam potong di pasaran kini cuma mencapai Rp 13.500 per ekor. "Peternak rakyat harus nombok," ujarnya. Peternak asal Jawa Timur, Arif, mengatakan bahwa kondisi ini akan terus terjadi selama perusahaan besar diperbolehkan menjual ayam di pasar tradisional. Agar harga jual bisa di atas biaya produksi, peternak menuntut industri besar tidak memasarkan produknya di pasar tradisional.
Direktur Budidaya Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian, Fauzi Luthan, mengatakan tuntutan peternak akan diusulkan dalam revisi Undang-Undang Peternakan yang tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mengakui, anjloknya harga disebabkan tidak adanya tata niaga.
Pemerintah akan memanggil 20 perusahaan peternakan ayam skala besar pada pekan pertama Desember 2013 dalam kaitan dengan tuntutan pemberlakuan tata niaga. Menurut Direktur Budidaya Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian, Fauzi Luthan, perusahaan yang akan dipanggil antara lain PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk dan PT Charoen Pokphand Indonesia. "Pemanggilan ini terkait dengan unjuk rasa peternak kecil," kata dia di kantornya, Selasa, 3 Desmeber 2013.
Fauzi mengatakan, selama ini banyak peternak besar yang juga memproduksi bibit ayam atau day old chicken (DOC). Penguasaan pasokan DOC memungkinkan para peternak besar mendominasi pasar, sehingga merusak harga. "Saat pasokan DOC banyak, efeknya terasa di sisi harga," ujarnya.
Selain itu, banyak peternak besar yang menjual produknya di pasar tradisional. Akibatnya, peternak skala kecil tak mampu bersaing dan terpaksa menjual ayam dengan harga yang lebih rendah dari biaya produksi. Fauzi mengakui, selama ini belum ada aturan yang mewajibkan peternak besar menjual ayam di luar pasar tradisional. "Perlu ada penetapan harga dan pengaturan segmentasi pasar, tetapi itu artinya harus mengubah undang-undang," katanya.
Di samping mewacanakan tata niaga, pemerintah juga akan mendorong industri besar untuk membangun gudang pendingin. Menurut Fauzi, gudang ini bisa menahan stok sementara saat suplai di pasar berlebih. "Stok itu bisa dikeluarkan saat barang di pasar berkurang."
Dalam unjuk rasa di kantor Kementerian Pertanian, Ketua Umum Pusat Informasi Pasar (Pinsar) Unggas Nasional, Hartono, mengatakan rendahnya harga jual ayam disebabkan oleh banjir pasokan dari peternak besar. "Terjadi persaingan yang tidak adil," kata dia.
Saat ini, kata Hartono, biaya produksi ayam mencapai Rp 17.000 per ekor. Biaya tersebut muncul dari harga bibit ayam dan pakan yang tengah melambung. Namun, harga ayam potong di pasaran kini cuma mencapai Rp 13.500 per ekor. "Peternak rakyat harusnombok," ujarnya.
No comments:
Post a Comment