Friday, March 21, 2014

Industri Energi Hijau Indonesia Akan Dapat Insentif Tahun Depan

Kementerian Perindustrian baru bisa memberikan insentif penerapan industri hijau tahun depan karena anggaran untuk mendukung kebijakan itu terlambat disetujui. "Pemberian insentif bukan tahun ini, tapi tahun depan. Sebenarnya ada uangnya tetapi waktunya sangat mepet sekali," kata Kepala Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala di Jakarta, Selasa.

"Tapi kalau sekarang diadakan itu (pemberian insentif), tender konsultannya saja sudah 42 hari, lalu mulainya bulan apa, kan bisa-bisa enggak selesai," katanya usai peluncuran Penghargaan Industri Hijau 2014 di Kementerian Perindustrian. Menurut dia, besaran insentif industri hijau akan berpatokan pada besar penurunan emisi gas rumah kaca yang berhasil dicapai setiap perusahaan.  Ia menambahkan, selanjutnya pemberian dan penerimaan insentif industri hijau akan diatur dalam peraturan pemerintah yang saat ini sedang dirumuskan oleh pemerintah.

"Saya itu sebenernya agak malu, karena saya sudah MoU dengan sembilan perusahaan bahwa implementasi insentifnya 2014, tapi teman-teman di BKF karena anggaran terbatas jadi tidak di kasih (Januari)," ujar dia.  Arryanto menambahkan, pemberian insentif juga bisa dilakukan melalui kebijakan nonfiskal. "Kalau insentif fiskal kan kita harus bersama-sama dengan Kementerian Keuangan. Kalau nonfiskal misalnya bisa dengan pemberian prioritas oleh PLN," kata dia.

Arryanto mengatakan proses industri yang ramah lingkungan menjadi isu yang semakin penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing karenanya pemerintah memberikan penghargaan untuk penerapan industri hijau. Kementerian Perindustrian menginginkan penerapan praktik industri hijau oleh para pelaku usaha industri tidak hanya sesaat ketika mengikuti penghargaan saja. "Ada industri yang dilaporkan kembali tidak ramah lingkungan ketika penghargaan industri hijau selesai diberikan. Ini perlu menjadi pertimbangan auditor di lapangan," kata Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kemenperin, Arryanto Sagala dalam acara Launching Penghargaan Industri Hijau 2014 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa.

Oleh karena itu, kata Arryanto, kelak pemerintah akan mewajibkan seluruh perusahaan untuk menerapkan pola industri hijau. "Pada tahapan itu nantinya, akan ada sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi standar industri hijau dan reward bagi yang bisa memenuhinya," kata Arryanto. Menurut Kepala Puskaji Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian Tri Reni Budiharti, pemerintah akan segera merumuskan standar-standar penerapan industri hijau yang akan diberlakukan.

Langkah ini, selain mendorong komitmen perusahaan menerapkan produksi ramah lingkungan, juga dapat mendorong terjadinya efisiensi pada penggunaan sumber daya alam. Kewajiban implementasi industri hijau nantinya juga akan disertai pemberian insentif baik dari sisi fiskal maupun nonfiskal. Lebih jauh Tri Reni Budiharti mengatakan Penghargaan Industri Hijau 2014 akan melibatkan auditor dari berbagai pihak, antara lain kementerian terkait, pakar, pemerhati lingkungan dan institusi pendidikan tinggi.

Kuantitas auditor akan ditentukan sesuai dengan perusahaan yang mendaftarkan diri dalam penghargaan industri hijau. "Nanti kita lihat perusahaan komoditas apa yang mendaftar. Kalau banyak dari komoditas baja misalnya, ya pakarnya kita perbanyak dari pakar baja," kata dia. Reni menekankan seluruh perusahaan memiliki peluang untuk meraih penghargaan industri hijau, tidak terkecuali perusahaan baja yang mengeluarkan limbah B3 (berbahaya).

"Penilaian industri hijau itu tidak bergantung dari limbahnya saja, tetapi ada efisiensi yang dilakukan perusahaan tersebut, serta penggunaan sumber daya yang terbarukan," kata dia. Penerapan industri hijau dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan industri baik dari skala makro maupun mikro.

"Tuntutan industri berwawasan lingkungan menjadi isu penting dan mutlak untuk segera dilaksanakan guna tercapainya efisiensi produksi serta mengasilkan produk ramah lingkungan," kata Kepala Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala dalam acara Launching Penghargaan Industri Hijau 2014 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa.

Arryanto menjelaskan, meskipun pembangunan industri berdampak positif terhadap pembangunan nasional, namun sektor industri juga berdampak negatif terhadap lingkungan.  Dari skala makro, pembangunan industri ini menyebabkan ketimpangan dan tergesernya lahan pertanian, hingga eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sehingga menyebabkan investor enggan berinvestasi.

"Ketimpangan ini terlihat dari mayoritas kawasan industri yang terlampau besar berkembang di Pulau Jawa. Sedangkan beralihnya lahan pertanian bisa dilihat dari kota Karawang yang awalnya lumbung beras saat ini menjadi kawasan industri," kata dia.   Sedangkan dari skala mikro, pembangunan sektor industri ini menyebabkan degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya yang tidak efisien dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri.

"Apalagi dengan kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam terutama sumber daya alam tidak terbarukan, krisis energi dan menurunnya daya dukung lingkungan," kata dia. Arryanto mengatakan saat ini penerapan industri hijau masih bersifat sukarela. Namun pada akhirnya ketika seluruh infrastruktur pendukung industri hijau dan pelaku industri telah siap, maka standar industri hijau akan diberlakukan secara wajib.

Kementerian Perindustrian sendiri secara rutin memberikan penghargaan industri hijau kepada perusahaan yang bisa menerapkan praktik industrialisasi ramah lingkungan seperti mengurangi emisi gas rumah kaca dan pengolahan limbah yang aman.  Pemberian penghargaan industri hijau yang telah dilakukan sejak 2010 itu sebagai langkah persiapan bagi pelaku industri ke depan untuk dapat menerapkan standar industri hijau yang saat ini sedang disusun pemerintah.

Industri yang ramah lingkungan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya layak mendapatkan insentif, kata Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Lukita Dinarsyah Tuwo. "Mereka yang beroperasi dengan ramah lingkungan sangat layak mendapat insentif baik pajak maupun kemudahan menjalankan usahanya," kata Lukita dalam seminar tentang pembangunan berkelanjutan di Bandung, Minggu.

"Apalagi, ada biaya besar yang mesti dikeluarkan untuk beralih ke operasional industri yang lebih hijau," tambah dia.  Namun, dia mengakui, insentif bagi industri yang ramah lingkungan tersebut saat ini masih sangat sedikit. Menurut dia, sekarang ini insentif hijau justru lebih banyak diberikan pada produk berbasis impor seperti mobil. Selanjutnya, kata dia, kebijakan serupa harus lebih diarahkan ke industri yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di dalam negeri.

Dia mencontohkan industri pulp dan kertas yang terintegrasi dengan hutan tanaman industri (HTI) mengeluarkan dana besar untuk riset dan pengembangan guna meningkatkan produktivitas tanaman serta mengembangkan hutan penyangga untuk memastikan kawasan hutan tetap terjaga.  "Sebagai insentif, seharusnya regulasi yang diterapkan bagi pengelolaan hutan penyangga dibedakan tidak disamakan seperti pada areal produksi," kata Lukita.

Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim menyatakan saat ini pemerintah sudah memberi insentif bagi industri yang mengurangi pemanfaatan bahan bakar fosil.

No comments:

Post a Comment