Sunday, March 23, 2014

Harga Apel Malang Terjun Bebas Karena Kalah Bersaing Dengan Apel Impor

Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) menyatakan ada empat persoalan yang dihadapi para petani apel Malang. "Pertama, menurut petani di sana, sekitar 60-70 persen lahan pertanian apel sudah beralih fungsi menjadi hotel, tempat hiburan, dibiarkan terlantar atau menjadi perkebunan tebu," kata Sekretaris Jenderal AHN, Ramdansyah melalui keterangan resminya, Senin, 24 Februari 2014.

Masalah kedua, ia melanjutkan, membanjirnya aple impor di Malang. Akibatnya, harga apel lokal terpuruk. Ramdansyah memberi contoh, ada harga apel yang merosot menjadi Rp 2.500 per kilogram di tingkat eceran. Ketiga, jatuhnya harga apel lokal menyebabkan petani besar beralih ke sektor usaha lain seperti properti dan agrowisata. Kemudian yang menjadi permasalahan keempat adalah bencana letusan Gunung Kelud membuat petani sulit memasarkan produk.

Asosiasi meminta Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi untuk mengurangi volume impor 37 produk hortikkultura yang tidak dikenai preferensi harga, terutama apel. Selain itu, pemerintah diminta menjadikan impor sebagai solusi temporer yaitu selama pasokan kebutuhan nasional tidak tersedia.

Asosiasi juga berharap Kementerian Perdagangan memberi sanksi tegas kepada importir terdaftar (IT) hortikultura yang tidak bisa memenuhi 80 persen permohonan. Caranya, dengan mencabut IT hortikultura selama dua tahun sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47 tahun 2013. Peraturan tersebut mengatur ketentuan impor produk hortikultura. Pencabutan dengan memperhatikan rekomendasi Kementerian Pertanian mengenai masa panen raya sehingga tidak ada produk yang sama diimpor saat musim panen.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, mengatakan impor produk hortikultura tetap diketatkan. "Salah satu caranya dengan syarat realisasi 80 persen dari izin impor yang diberikan," katanya di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin, 24 Februari 2014. Bachrul mengklaim banyak importir yang mengembalikan izin lantaran tak mampu merealisasikan impor. Namun Bachrul tak menyebut jumlah importir yang mengembalikan izin impor tersebut.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional, Ramdansyah, menyatakan pengetatan impor diperlukan untuk melindungi komoditas lokal. Salah satu contoh dampak buruk impor, Ramdansyah mencontohkan, terjadi pada komoditas apel. Menurut dia serbuan apel asing membuat harga apel Malang, Jawa Timur, anjlok. "Harga apel lokal terpuruk menjadi Rp 2.500 per kilogram di tingkat eceran," katanya.

Akibat anjloknya harga, rentetannya meluas sampai pada keengganan pengusaha menanam apel. Sehingga banyak lahan kebun apel beralih fungsi menjadi lahan tebu, hingga properti. "Sekitar 60-70 persen lahan pertanian apel sudah beralih fungsi," ujarnya.

Ramdansyah meminta Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, memangkas volume impor 37 produk hortikultura yang tidak dikenai preferensi harga, terutama apel. Selain itu, pemerintah diminta menjadikan impor sebagai solusi jangka pendek jika pasokan lokal di bawah permintaan.

Izin impor suatu komoditas, menurut Ramdansyah, seharusnya tidak diberikan bersamaan ketika panen raya produk lokal yang sama. Terhadap importir berkinerja buruk, Ramdansyah berharap Kementerian Perdagangan dapat memberikan sanksi tegas. "Cabut izin impornya," katanya.

No comments:

Post a Comment