-Indonesia belum bisa lepas dari ketergantungan impor pangan jadi hingga bahan baku. Misalnya pangan impor seperti gandum, hampir 100% diimpor, produk turunannya seperti mi instan digemari masyarakat dalam negeri. Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia Khafid Sirotuddin menyebut masyarakat Indonesia kini sudah ketergantungan pangan impor.
"Konsumsi bawang putih kita itu besar tetapi produksi kita kecil. Selain itu ada gandum dan di Indonesia itu nggak ada karena tanaman subtropis. Ketika kita importasi gandum konsumsi mi instan kita cukup besar. Berarti masyarakat kita ini sudah tergantung kepada barang impor," ungkap Khafid, Selasa (4/3/2014).
Khafid beralasan salah satu penyebab utama Indonesia masih ketergantungan impor adalah karena rata-rata produksi yang masih minim. Selain produksi, kualitas dan tampilan produk lokal yang tidak menarik. Sedangkan kualitas produk buah dan sayuran impor biasanya jauh lebih baik dibandingkan produk buah dan sayuran lokal.
"Sementara produksi buah dan sayur itu kendalanya adalah kualitas, kuantitas dan tampilannya. Jadi semua pihak harus berpikir meningkatkan kualitas itu," imbuhnya. Ia menyarankan agar kelompok tani di Indonesia melakukan budidaya produk buah dan sayur dengan skala industri. Cara itu sudah dilakukan di negara tetangga seperti Filipina yang menanam satu komoditas pisang skala industri dengan luas tanam hingga 10.000 hektar.
Sedangkan Jepang telah mengembangkan apel almori dengan luas tanam 20.000 hektar. Yang lebih hebat lagi adalah China yang bisa menanam jutaan hektar lahan pertanian mereka dengan tanaman seperti bawang putih, jeruk, apel dan lainnya.
"Kalau kita saya yakin aplikasi hal semacam itu sudah ada tetapi realisasi di lapangan yang belum dilaksanakan. Konsepnya satu kawasan satu jenis produk itu perlu dilakukan," jelasnya.
No comments:
Post a Comment