Bersama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, ketiga kementerian itu telah mendukung cetak fashionIndonesia yang telah diusung sejak tahun lalu. "IFW bukanlah sekadar pameran, tapi lebih dari itu. IFW timbul dari gagasan beberapa pihak yang memiliki mimpi agar Indonesia bisa menjadi sentra mode pada 2025. IFW adalah langkah mewujudkan mimpi tersebut," kata Mari Elka Pangestu.
Mari mengatakan, untuk mewujudkan mimpi tersebut, empat kementerian itu telah berbagi tugas. "Mulai dari tren mode oleh Kemenparekaf, bahan baku oleh Kemenperin, UKM oleh Kementerian Koperasi dan UKM, serta pasar dan bisnis oleh Kementerian Perdagangan," ia menjelaskan.
IFW yang telah memasuki tahun ketiga ini akan digelar selama empat hari, yakni 20-23 Februari 2014. Tema yang diusung adalah ”Local Movement dan Green Movement” berupa ajakan untuk bangga dan mencintai fashion Indonesia. Hari ini, Kamis, 20 Februari 2014,Indonesia Fashion Week (IFW) 2014 akan dibuka di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat. Ajang mode yang berlangsung mulai 20 hingga 23 Februari mulai terasa geliatnya pada pekan lalu.
Pada Minggu, 16 Februari, Dina Midiani, Direktur IFW 2014mengajak warga Jakarta untuk ramai-ramai memamerkan gaya lokal terbaiknya melalui event Sunday Dress Up. Aksi yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini berlangsung bersamaan dengan Car Free Day di bundaran HI hingga area Monas.
Menurut Dina Rabu, 19 Februari 2014, ratusan partisipan dari berbagai komunitas umum melebur bersama desainer, model, pelaku media hingga murid sekolah mode. Bersama-sama mereka mengenakan busana bernuansa konten lokal dan melakukan 'demo' dengan membawa slogan-slogan seputar local movement. "Kami memang mengampanyekan 'Local Movement'. Ini sebagai sebuah ajakan untuk mencintai dan bangga dengan produk Indonesia, terutama fashion," kata Dina.
Perancang berkulit putih ini menjelaskan misi pada ajang ini bukan sekedar slogan. "Sebagai bangsa, kita harus lebih bangga dengan Indonesia yang memiliki seribu alasan untuk membuat negerinya menjadi lebih baik misalnya di bidang mode kita melakukan usaha supaya mampu bersaing di tingkat global," kata Dina yang dalam karyanya banyak menggunakan tenun Indonesia.
Dina mencontohkan Jakarta sebagai salah satu kota yang peduli dengan gaya hidup. Di mana salah satu elemennya adalah fahion. "IFW mengajak masyarakat Jakarta supaya lebih menghargai produk fashion lokal yaitu mau membeli dan memakai. Tetapi salah satu kelemahan kita, produk lokal hanya dibeli untuk acara-acara khusus seperti menghadiri pernikahan atau acara resmi mengenakan batik di hari Jumat," kata dia.
Apabila masyarakat terus mengenakan produk fashion lokal secara lebih rutin dan konsisten, Dina yakin setelah menjadi tuan rumah, produk lokal ini akan lebih percaya diri melenggang ke tingkat global. Dina meyakini fashion di dalam negeri sudah menetapkan misi sebagai salah satu pusat fashion dunia pada 2020. "Saya sangat berharap melalui ajang ini jadi sebuah kesadaran dan tanggung jawab bersama. Fashion Indonesia sangat membutuhkan 'booster' atau dukungan dari berbagai pihak," ujarnya.
Dia optimistis ada saatnya di Jakarta akan memiliki area khusus untuk ajang pamer diri dengan aneka gaya lokal seperti halnya area Harajuku di Jepang. "Dan saat itu kita akan bangga, ya ini gaya lokal Indonesia yang bisa dilirik hingga ke tingkat global." Yanny Tan, wanita kelahiran Solo, 3 Juni 1975, ini menggelar fashion show tunggal perdana bertema "Sublime Asia" di Hotel Crown Plaza, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Sebanyak 52 pakaian yang terdiri atas light cocktail dan haute couture ia tampilkan. Desainer lulusan Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo ini mengambil kain batik sebagai aksen yang dipasang pada bahan polos dengan tambahan elemen etnik. Selain itu, ia mengambil gaya cheong sam, kebaya dengancutting modern, dan teknik Shibori Jepang untuk pembuatan kainnya. Teknik Shibori atau jumputan ini diambil untuk memberi kesan berbeda. Ia menampilkan motif burung hong dan tree of life dalam koleksi busananya.
Yanny juga mengaku melukis dan membatik sendiri di atas sehelai kain putih untuk menciptakan motif-motif yang filosofis dan cerita mendalam. "Ciri khas busana saya itu lebih modern look-nya, batiknya hasil lukis sendiri. Ini imajinasi saya yang tertuang di atas kain," katanya. Sarung kembali diangkat sebagai tren busana untuk dikembangkan, sesuai konsep "Local Movement" yang dibawa Indonesia Fashion Week 2014.
Menurut Ali Charisma, President Director Indonesia Fashion Week 2014, sarung memiliki potensi besar untuk mencuri perhatian masyarakat internasional. "Kita melakukan kampanye menjadikan sarung sebagai trenfashion yang nantinya bisa diterima masyarakat internasional," kata Ali Charisma di Jakarta, Kamis, 30 Januari 2014.
Thailand dan Myanmar memang dikenal punya budaya sarung. Tapi sarung budaya Indonesia akan ditonjolkan. Kreasi sarung tentu memenuhi tuntutan fashion dan nyaman dipakai. Dari kepercayaan diri pemakainya, maka penampilan akan enak dilihat. Dina Midiani selaku Director IFW 2014 mengatakan, untuk melangkah menjadi pusat mode dunia pada 2015, maka Indonesia harus menjadi inspirasi fashion melalui tren sarung.
No comments:
Post a Comment