”Jangan hanya saat dibuka saja kinerjanya bagus, tetapi harus konstan membawa benefit bagi masyarakat sekitar dan perekonomian nasional,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai peresmian BPIUUK Karangasem di Desa Bugbug, Karangasem, Senin (6/12).
Meski baru diresmikan Presiden, BPIUUK Karangasem telah beroperasi sejak pertengahan tahun 2009. Balai ini merupakan pusat penghasil induk udang (broodstock center) vaname (Litopenaeus vannamei) dengan kapasitas produksi hingga 675.000 ekor per tahun.
Presiden antara lain didampingi Ibu Ani Yudhoyono, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dan istri, Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri PDT Helmy Faishal Zaini, Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, serta Bupati Karangasem Wayan Geredeg. Ia berada di Bali sejak Minggu dalam satu rangkaian dengan penyelenggaraan Bali Democracy Forum III di Bali, 9-10 Desember 2010.
Dengan panjang pantai hingga 95.000 kilometer, menurut Yudhoyono, Indonesia rugi jika tidak mengembangkan produksi perikanan dan kelautan secara optimal. Tolok ukur keberhasilan itu mencakup dua hal, yakni memenuhi kebutuhan pasar domestik dan memaksimalkan ekspor.
Fadel menyatakan, udang sampai saat ini masih menjadi komoditas andalan ekspor penghasil devisa selain rumput laut dan ikan tuna. Hingga akhir tahun 2009, ekspor udang mencapai 240.250 ton atau 27,29 persen dari total ekspor perikanan yang mencapai 881.413 ton. ”Nilai ekspor udang 1,576 miliar dollar AS atau 63,3 persen dari total nilai ekspor perikanan sebesar 2,466 miliar dollar AS,” katanya.
Dengan kapasitas produksi yang sangat besar itu, balai di bawah kendali Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya itu akan mengurangi kecenderungan impor induk udang. Harga induk udang vaname impor saat ini 35 dollar AS per ekor dengan kebutuhan impor tahun ini 350.000 ekor, khususnya dari Hawaii dan Florida, Amerika Serikat.
Penghematan devisa hingga Rp 100 miliar per tahun akan terjadi dengan tingginya produksi BPIUUK mengingat harga induk udang produksi balai ini
No comments:
Post a Comment