Meski demikian, Ketua Panitia Khusus RUU OJK Nusron Wahid mengaku hingga kini belum ada kompromi mengenai struktur dan penentuan anggota Dewan Komisioner itu. ”Tidak akan lama, setelah pasal itu selesai, tinggal mengesahkan,” kata Nusron di Jakarta, Kamis (23/12).
Ada tiga opsi untuk Dewan Komisioner OJK. Pertama, pemerintah meminta anggota Dewan Komisioner OJK tujuh orang, dua di antaranya ex officio Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Kedua, apabila dua anggota ex officio itu memiliki hak suara, DPR meminta tambahan dua anggota yang dipilih DPR.
Ketiga, kalau dua anggota ex officio memiliki hak suara, hanya tiga anggota Dewan Komisioner yang dipilih pemerintah, empat lainnya diseleksi DPR.
Pasal 34 UU No 3/2004 tentang Perubahan atas UU No 23/ 1999 tentang Bank Indonesia menyebutkan, pembentukan lembaga pengawasan dilaksanakan paling lambat 31 Desember 2010.
Menanggapi ketentuan itu, Nusron merujuk pada Pasal 35 UU No 23/1999 yang tak diubah dalam UU No 3/2004. Pasal itu menyatakan, ”Sepanjang lembaga pengawasan belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan bank dilaksanakan oleh BI.”
Pengamat pasar modal Yanuar Rizky berpendapat, sejak awal, arah pembahasan OJK hanya terkesan sebagai ajang berebut kekuasaan. Akibatnya, daftar inventarisasi masalah dalam pembahasan RUU OJK tidak menyentuh substansi pengawasan, seperti dasar pembentukannya.
”Menurut saya, pengawasan masing-masing sektor tetap saja ditangani lembaga yang ada. Bank diawasi BI, pasar modal dan lembaga keuangan diawasi Bapepam. Tetapi, saat ada kebutuhan lintas sektoral, OJK yang menangani,” kata Yanuar.
Ia menambahkan, selama ini sebenarnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sudah cukup baik mengawasi transaksi keuangan, tetapi masih pasif. ”Naikkan saja kastanya jadi OJK,” kata Yanuar.
No comments:
Post a Comment