Hiruk-pikuk ribuan pengunjung per hari berikut deru mesin dongkrak dan ekskavator seolah menyaingi kesibukan bisnis di provinsi berpenduduk 15 juta itu. Sejauh mata memandang, arena pameran seluas 2.300 meter persegi didominasi jejeran derek yang menohok angkasa.
Pameran alat berat seperti ini digelar setiap tiga tahun. Berbeda dengan pameran otomotif yang menyedot pengunjung dari berbagai kalangan—terutama penggila mobil dan sepeda motor—pameran ini justru menyasar pangsa pengunjung spesifik.
Hampir pasti, pameran ini hanya dikunjungi kalangan usahawan yang bergerak di bidang pertambangan, mesin konstruksi, dan kepelabuhanan. Di arena indoor ataupun outdoor, pengunjung berinteraksi dengan sekitar 1.800 peserta pameran dari 37 negara.
Meski ”atmosfernya” spesifik, bukan berarti pameran ini jauh dari isu universal. Lewat tema besar ”Quality, Safety, and Enviromental Care”, justru benang merahnya lebih mudah ditarik.
Untuk memenangi persaingan dan laris manis tanpa resistensi sosial, bukankah aspek mutu, keamanan, dan ramah lingkungan memang sudah menjadi ”harga mati”?
Tema tersebut juga relevan dengan kondisi kekinian di Tanah Air. Setelah masa ”keemasan” kayu dan hasil hutan berlalu, kini bisnis alat berat kian berkibar di bidang pertambangan dan konstruksi. Alat berat merupakan tulang punggung bidang pertambangan, mulai dari tahap eksplorasi, eksploitasi, hingga transportasi dan distribusi material tambang.
Seiring era efisiensi dan ”pemuliaan” tenaga manusia, alat berat pun menjadi motor utama pembangunan infrastruktur. Mobilitas barang dan jasa mensyaratkan ketersediaan jalan raya, pelabuhan, dan bandar udara yang pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi.
Lebih aktual lagi, di tengah giatnya rekonstruksi daerah bencana alam, seperti di area erupsi Merapi, tsunami Mentawai, dan banjir bandang Wasior, alat berat juga menjadi peranti yang vital. Mulai dari kegiatan evakuasi korban, penataan lahan, hingga pembangunan kembali kawasan bekas bencana, semuanya meniscayakan penggunaan alat berat.
Di antara alat-alat berat yang beroperasi mengeruk dan mengangkut hasil tambang, serta memotori pembangunan infrastruktur di Indonesia, terdapat alat berat bemerek Volvo. Produk yang berasal dari Swedia ini sudah 30 tahun lebih meramaikan bisnis alat berat di negeri ini, bersama merek-merek lainnya, seperti Caterpillar, Komatsu, dan Hitachi.
Bagi kalangan awam, Volvo memiliki kisah unik dan mencengangkan. Mendengar kata ”Volvo”, langsung saja ingatan publik tertentu tertuju pada tunggangan kalangan elite, termasuk pejabat tinggi negara. Pada era Orde Baru, Presiden Soeharto dan para menteri menjadikan Volvo sebagai kendaraan dinas.
Penampilan beragam produk Volvo di arena Bauma China 2010 membuyarkan semua kesan itu. Pameran yang disertai peninjauan ke pabrik perakitan Volvo di Shanghai menguak fakta yang selama ini belum banyak diketahui publik.
Sekitar 30 tahun hadir di Indonesia melalui agen tunggalnya, PT Intraco Penta (Inta) Tbk, alat berat Volvo mampu merebut hati pelaku usaha perkayuan, pertambangan, dan jasa konstruksi. Hal itu tak lepas dari konsistensi PT Inta Tbk menggarap pasar premium. Semua varian Volvo yang dilempar di pasar memiliki harga dan keunggulan tersendiri dibanding merek alat berat lainnya.
Salah satu produk unggulan Volvo yang selama ini sulit tersaingi merek lainnya adalah articulated hauler (artic). Truk berkapasitas 40 ton ini memiliki stabilizer sehingga kondisi bak tetap stabil meski kondisi jalanan tidak rata dan berlumpur. Posisi bak truk dirancang independen atau tidak terpengaruh posisi roda. ”Bergeol” dan ”berjinjit” setinggi apa pun roda depan, tengah, dan belakang sama sekali tidak memengaruhi posisi bak sehingga material yang diangkut tidak tumpah.
Dalam kondisi truk terguling akibat menikung tajam di daerah berlumpur, posisi badan truk bisa ”menggeliat” kembali untuk bangkit menuju posisi normal. Mirip mobil-mobilan yang menggunakan remote control, truk jenis ini tidak ada matinya.
Rupanya, pada chasis bagian belakang kabin terdapat sistem artikulasi berupa tuas dan engsel yang memungkinkan bagian badan truk ini berputar 360 derajat. ”Sistem seperti ini sulit ditemukan pada truk merek lain,” ujar Petrus Halim, Direktur Utama PT Inta Tbk.
Produk Volvo lain yang juga dipamerkan dan diujicobakan di lapangan adalah ekskavator hidrolik berkapasitas (bucket) sendok 2 kubik setara dengan 4 ton material. Tidak ketinggalan buldoser dan stoom (mesin perata jalan).
Direktur Penjualan PT Inta Tbk Willy Rumondor optimistis prospek penjualan alat berat di Indonesia sangat cerah, terutama untuk daerah tambang emas batu bara di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Berkah pasir Merapi di Yogyakarta atau Jawa Tengah juga menjanjikan dikelola dengan alat berat Volvo. Populasi artic hauler Volvo di Indonesia tahun 2003-2010 mencapai 1.000 unit. Tahun 2011, Inta menargetkan penjualan 200 unit truk cerdas ”berartikulasi” itu.
Satu unit artic berharga 400.000 dollar AS (sekitar
Lin Cheng, Manajer Perakitan Volvo di Shanghai, menyebutkan, 1 unit alat berat sejenis ekskavator bisa dikerjakan selama empat hari. Pabrik tersebut mempekerjakan 60-100 karyawan. ”Kami bisa menghemat tenaga manusia karena umumnya mekanisasi sudah bersistem robotik,” ujar Cheng.
Chief Executive Officer Volvo Construction Equipment Olof Persson kepada pers mengakui, hadirnya perakitan Volvo di China sebagai upaya menguatkan pasar di Kawasan Asia Pasifik. Hal ini didukung oleh pesatnya pertumbuhan industri di China. ”Asia yang didominasi negara berkembang sangat berpotensi untuk pemasaran alat berat, termasuk untuk pertambangan, konstruksi, dan perkebunan,” katanya.
Sebagai peranti bergerak yang bertumpu pada pada sistem hidrolik, tingkat presisi antarkomponen adalah mutlak. Kecermatan dan akurasi menjadi kata ”kunci” dalam perakitan di pabrik Volvo. Presisi ukuran dan kematangan material sudah distandardisasi sejak komponen dibuat di Swedia.
Komisaris Utama PT Inta Tbk Halex Halim menegaskan, agar alat berat bisa bekerja dengan kokoh, maka kedap udara dan cairan pada sistem hidrolik harus terjamin 100 persen. Kebocoran setebal rambut saja bisa berisiko alat berat jadi loyo.
Karena itu pula, PT Inta Tbk siap membantu pelanggannya dalam hal pemeliharaan dan penyediaan suku cadang. Bahkan, menurut Direktur Keuangan PT Inta Tbk Fred Lopez Manibog, pihaknya juga bersedia membantu pembiayaan, penyewaan, dan pelatihan operator.
Guna memperkuat pasar di segmen perkebunan, PT Inta juga menggandeng dua produsen alat berat India dan China, yaitu Mahindra dan Shandong Lingong Construction Machinery Co (SDLG). Menapak usia 40 tahun, perusahaan terbuka ini kian menguatkan perannya pada sektor yang terus berkembang di dalam negeri melalui layanan total solutions
No comments:
Post a Comment