Thursday, December 23, 2010

Laporan Akhir Tahun 2010: Ekonomi IndonesiaTumbuh Ditengah Krisis Ekonomi Global

Seharusnya Indonesia bisa memasuki tahun 2011 dengan lebih percaya diri. Berbagai indikator ekonomi makro menunjukkan hal positif.

Dari sisi global, meskipun perbaikan ekonomi Amerika masih lamban, Purbaya Yudhi Sadewa dari Danareksa Research Institute menyebutkan, ekonomi Amerika memasuki fase ekspansi. Begitu juga Jepang, prospek perekonomiannya membaik meskipun Eropa diperkirakan akan melambat.

Di dalam negeri, indeks ekonomi utama terus meningkat, mengindikasikan meningkatnya aktivitas ekonomi. Akan tetapi, data BPS memperlihatkan pertumbuhannya melambat, dari 6,2 persen menjadi 5,8 persen pada kuartal kedua dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun 2009.

Para panelis optimistis akan terjadi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun 2011 meskipun ada beberapa hambatan pada kuartal ketiga 2010, seperti gangguan pada sektor komoditas yang terganggu cuaca ekstrem, produksi padi, jagung, kedelai dan hasil perkebunan yang lebih rendah, serta sektor migas yang juga menurun. Selain itu, sumbangan sektor manufaktur dan komoditas primer terhadap PDB juga menurun.

Ekonom kepala Danamon Economic and Market Research menyebut tahun 2011 sebagai tahun yang optimistis, tetapi dengan sejumlah catatan. Dari sisi ekonomi, terjadi pertumbuhan mencapai 6,4 persen daripada tahun ini yang 5,9-6 persen, status Indonesia bisa dinaikkan menjadi ”investasi” dalam dua tahun, tetapi di sisi lain harus diwaspadai inflasi yang lebih tinggi karena harga pangan dan dipaksa beralihnya pengguna BBM subsidi ke BBM nonsubsidi selain kenaikan harga BBM nonsubsidi. Hambatan lain adalah kebijakan fiskal dan moneter yang kurang efektif dan masih buruknya sistem logistik nasional.

Dari sisi sosial, tantangan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah jumlah orang miskin dan sektor informal yang masih tinggi, sementara lapangan kerja baru tertinggal dari jumlah penduduk yang masuk ke dalam angkatan kerja, rendahnya sumber daya manusia yang cocok dengan kebutuhan lapangan kerja yang tersedia sehingga harus ada kebijakan kesehatan dan pendidikan untuk orang miskin.

Faktor lain yang juga harus diwaspadai adalah melemahnya daya saing Indonesia terhadap China, terutama setelah diberlakukan Perjanjian Perdagangan Bebas China-ASEAN (CAFTA) sejak 1 Januari 2010, disebabkan inflasi yang lebih tinggi di Indonesia.

Dari sisi daya saing global, peringkat Indonesia terus meningkat. Apabila dilihat dari kemudahan melakukan bisnis, menurut survei IFC dan Bank Dunia terhadap 183 negara, Indonesia termasuk yang tersulit dalam memulai usaha baru (peringkat 155). Kelemahan lain adalah dalam memenuhi kontrak (peringkat 154), menutup usaha (142), urusan perpajakan (130), dan mendapatkan kredit (116).

Survei World Economic Forum juga menunjukkan peringkat daya saing Indonesia meningkat, tetapi inefisiensi birokrasi pemerintahan dan korupsi masih dianggap sebagai hambatan berusaha di Indonesia. Karena itu, ekonom Faisal Basri menegaskan kembali pentingnya meningkatkan efisiensi birokrasi agar ekonomi Indonesia tumbuh bukan hanya 6,8 persen, tetapi hingga 8 persen.

No comments:

Post a Comment