Thursday, December 2, 2010

Bulog Kini Tidak Mau Menanggung Resiko Menyerap Semua Gabah Petani

Perum Bulog tidak bisa menanggung sendiri risiko dalam kewajiban menyerap seluruh gabah petani. Perum Bulog juga berharap harga pembelian gabah dari petani bisa lebih fleksibel. Jika cadangan beras tidak terpenuhi, kemungkinan Bulog akan mengimpor beras.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso menegaskan hal itu kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/12). ”Kita diminta membeli beras kualitas jelek. Mau diapakan? Tidak mungkin dijadikan bagus. Tetapi, beras itu tidak bisa disalurkan untuk raskin. Ini tidak mungkin jadi risiko Bulog,” katanya.

Pemerintah merevisi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan. Dengan inpres itu, Perum Bulog akan menyerap seluruh gabah atau beras petani pada panen raya tahun 2011 (Kompas, 1/12).

Selama ini, kata Sutarto, jika harga di pasar cukup tinggi, petani menolak berasnya diserap Bulog. Oleh karena itu, Bulog meminta harga yang fleksibel, terutama di daerah yang posisi harga gabahnya cukup tinggi.

Perihal impor beras, Sutarto menjelaskan, pemerintah telah menetapkan cadangan 1,5 juta ton. Pemenuhan cadangan diprioritaskan dari petani. Namun, tidak menutup kemungkinan impor jika cadangan tak terpenuhi. Sampai saat ini, dari 600.000 ton beras kontrak impor, sudah terealisasi 228.000 ton.

Rabu kemarin, Komisi IV DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Perum Bulog, yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IV Firman Soebagyo (F-PG).

Anggaran Bulog

Dalam rapat diputuskan, anggaran pagu definitif Bulog tahun 2011 sebesar Rp 15,267 triliun. Alokasi beras untuk rakyat miskin sebesar 15 kilogram per rumah tangga sasaran per bulan. Harga tebas jual di titik distribusi Rp 1.600 per kg dengan subsidi harga Rp 4.850 per kg.

Terjadi perdebatan dalam menentukan jumlah rumah tangga sasaran (RTS) raskin tahun 2011, yang semula tercatat 17.488.007 rumah tangga dan harga penjualan beras (HPB) Rp 6.450 per kg. Akhirnya, penetapan RTS dan HPB tidak disepakati, menunggu keputusan pemerintah.

Siswono Yudo Husodo dari Fraksi Partai Golkar bersikap kritis terhadap langkah impor beras yang dilakukan Perum Bulog. ”Daripada impor, lebih baik beli lebih mahal Rp 300 di petani,” katanya.

Komoditas beras memberi andil dominan dalam inflasi November 2010. Kenaikan harga beras dua persen telah menyumbang inflasi 0,12 persen.

Selama November 2010, inflasi umum 0,6 persen dan dipicu kenaikan harga kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi 1,49 persen.

Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan Jawa Barat Oo Sutisna menilai Perum Bulog enggan memanfaatkan mekanisme penyerapan beras dari petani di luar harga pembelian pemerintah kendati hal itu dimungkinkan.

No comments:

Post a Comment