Kata-kata itu selalu dilontarkan Bambang di hadapan segenap karyawan perusahaan ferinya. Ia menekankan betapa pentingnya pelayanan sebab bisnis transportasi adalah bisnis pelayanan.
Maka, dia selalu menyangkal tatkala disodori opini publik yang mengatakan betapa
”Ada maskapai dengan pramugari yang lebih cantik, tetapi tak membuat penumpang nyaman karena senyum yang masam,” ujarnya.
Tak heran banyak pramugari Dharma Lautan Utama ”dibajak” maskapai Garuda, Citilink, dan Mandala Air. ”Maskapai- maskapai itu puas dengan hasil didikan kita,” kata Bambang.
Pelayanan optimal tak pelak membuat feri milik Dharma Lautan Utama selalu ditunggu penumpang, yang berupaya mencocokkan jadwalnya dengan feri itu. Akibatnya, tingkat keterisian tiap feri relatif tinggi dan biaya produksi ataupun laba dapat diraih.
Sebaliknya, akibat buruknya pelayanan, tak sedikit perusahaan feri lain ditinggalkan pelanggan. Sulitnya keuangan membuat banyak perusahaan feri sering beralih kepemilikan meski tak diketahui publik karena nama lambung feri yang berganti.
Tak hanya pelayanan, Dharma Lautan Utama juga menyodorkan inovasi, kreativitas, serta konsistensi sehingga dominasinya makin kuat di laut kita. Sebut saja adanya live music, area bermain bagi anak, serta pada masa angkutan lebaran ada pembagian takjil.
Memasuki feri, penumpang juga disuguhi video keselamatan pelayaran, seperti video keselamatan penerbangan di pesawat Garuda Indonesia jenis Boeing 737-800 NG. Inilah inovasi sekaligus penegasan atas pentingnya keselamatan, selain penempatan jaket penyelamat, atau life jacket, di bawah kursi.
Belum lagi, awak kapal Dharma Lautan Utama tak hanya ramah melayani tetapi sungguh mampu menjalankan fungsinya. Tiap nakhoda diajarkan crowd management atau bagaimana menghadapi massa oleh kepolisian dan fakultas psikologi Universitas Airlangga. Tujuannya agar dapat mengendalikan penumpang bila terjadi hal-hal yang tak diinginkan, mulai dari perkelahian, listrik mati, hingga kebakaran, misalnya.
”Di sebuah stadion sepak bola, hanya dalam dua jam pertandingan ada 100 polisi bersenjata. Lha, di kapal dengan ribuan penumpang, hanya ada 34 anak buah kapal tanpa senjata dengan waktu tempuh puluhan jam. Maka, nakhoda haruslah seorang pemimpin yang hebat, yang dapat mengendalikan situasi,” ujar Bambang.
Namun, takkan ada pelayanan dan inovasi mumpuni tanpa armada laut yang andal. Dan Dharma Lautan Utama meraih keandalan dengan mempekerjakan 37 insinyur perkapalan lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
”Mana ada perusahaan feri lain dengan pegawai lulusan insinyur mesin dan perkapalan sebanyak perusahaan kami,” kata Bambang.
Di Dharma Lautan Utama, direktur teknik dan direktur armada merupakan insinyur mesin kapal, sementara direktur usaha, kepala logistik, dan destination assault person adalah insinyur perkapalan. ”Saya sendiri merupakan insinyur perkapalan,” ujar Bambang.
Dengan keunggulan sumber daya manusia seperti itu, Dharma Lautan Utama pun merambah industri galangan kapal dengan nama PT Adiluhung Saranasegara Indonesia. Galangan kapal itu berlokasi di Bangkalan, tepat di tepi Selat Madura.
Galangan itu merupakan Dharma Lautan Utama Maintenance Facility meski juga dibuka untuk umum dengan rata-rata mereparasi 55 unit kapal tiap tahun dari beberapa jenis kapal, seperti feri, kapal tongkang, kapal kargo, kapal tunda, dan kapal ikan. Selain itu juga telah memproduksi 28 unit kapal baru dari beberapa tipe.
Bicara tentang perawatan kapal, standar tinggi bagi tiap kapal feri telah memperpanjang umurnya. Terlebih, dalam perkapalan dikenal istilah ”kapal itu bisa berumur, tetapi tak bisa tua”. Apalagi tiap komponen yang tingkat keausannya di atas 20 persen wajib diganti baru sehingga setelah tiap docking harusnya kapal itu kembali menjadi baru.
Dimulai pada tahun 1976, dengan dua kapal ro-ro buatan PN Pabrik Kapal Indonesia (Pakin), pada tahun 2001 Dharma Lautan Utama telah mengoperasikan 18 unit kapal dan tahun 2010 ini menjadi 31 unit kapal. Bambang Harjo telah menjadi direktur utama sejak tahun 2006, tetapi campur tangannya di perusahaan keluarga itu sudah dimulai sejak lama.
Tahun 1996, di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan, Bambang Harjo yang ketika itu baru 34 tahun telah berani menuntut kenaikan tarif feri. Tuntutan itu untuk menyelamatkan industri feri yang megap-megap akibat rendahnya tarif. Kini terbukti, industri feri masih bertahan.
Di Selat Madura, di lintas Ujung-Kamal, Dharma Lautan Utama, ”Operator Perusahaan Pelayaran Nasional Kapal Penyeberangan Teladan Tingkat Nasional Tahun 2008” itu sudah dikenal masyarakat. Namun, justru di lintas Merak-Bakauheni, lintas terpadat di Indonesia, Dharma Lautan Utama tak terlalu dikenal.
”Kami memang tak terlalu suka berlayar di lintas ramai. Lebih baik, Dharma Lautan Utama masuk ke lintas perintis untuk membangkitkan market,” ujarnya. Anehnya, ketika Pelni dan Indonesia Ferry disubsidi saat melayani lintas perintis, Dharma Lautan Utama tak mendapat subsidi perintis seperti penyeberangan Sape (Nusa Tenggara Barat) ke Labuhan Bajo (Nusa Tenggara Timur).
Dharma Lautan Utama kini selalu dan terus saja berlayar. ”Perusahaan ini akan terus dipertahankan,” ujar Bambang Harjo. Namun, sayap bisnis Dhrama Lautan Utama terus dibentangkan. Awal tahun 2010, perusahaan itu telah mengakuisisi Hotel Graha Senggigi Beach, hotel berbintang tiga di Lombok. Tahun depan, ada pula niatan untuk berbisnis rumah sakit.
Bambang Harjo menegaskan, perusahaan feri, galangan kapal, hotel, dan rumah sakit muaranya adalah satu hal, yaitu ”pelayanan”.
Bambang menambahkan, ”Kami telah membuktikan berhasil dalam melayani penumpang feri, dalam bisnis transportasi. Maka, tiba saatnya bisnis lain yang lebih terintegrasi dengan basis pelayanan pula.”
No comments:
Post a Comment