Menurut Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Rekson Silaban, Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia di Jakarta, Kamis (23/12), dari 33 juta tenaga kerja sektor formal, hanya 35 persen yang berstatus pekerja atau buruh permanen.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi kaget dengan data itu. ”Itu berarti jumlah buruh permanen semakin berkurang. Sebelum UU No 13/2003 diberlakukan, jumlah buruh permanen pada sektor formal 67 persen,” kata Sofjan.
Ia menjelaskan, kondisi itu terjadi karena peraturan perundang-undangannya memungkinkan. ”Saya pernah tanya kepada pengusaha, kok banyak outsourcing? Mereka jawab, boleh kok di undang-undang. Ini merupakan refleksi akhir tahun yang muram,” tutur Sofjan Wanandi.
Cara menghentikan aturan buruh outsourcing, kata Sofjan, adalah dengan merevisi UU No 13/ 2003. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sedang menyusun rancangan perubahannya. Ini atas permintaan pihak tripartit, yaitu pengusaha, pemerintah, dan pekerja. ”Jadi, kalau ada draf yang sekarang sudah beredar, itu palsu,” kata Sofjan.
Kemarin, Paguyuban Karyawan Outsourcing PT Telkom Indonesia, melalui surat pernyataan sikap, meminta PT Telkom Indonesia menghentikan sementara kerja sama dengan PT Intracotama Daya Perdana cq PT Mitra Nusantara Fonindo selaku penyedia jasa outsourcing pada PT Telkom Indonesia.
Hal ini terkait pemutusan hubungan kerja terhadap 141 karyawan pada 22 Maret 2010 tanpa kewajiban membayar hak normatif karyawan sesuai UU No 13/2003
Rekson juga mengungkapkan, 75-80 persen kasus terkait pesangon buruh di Pengadilan Hubungan Industrial berakhir dengan negosiasi. ”Artinya, buruh kalah karena menerima pesangon lebih rendah daripada aturan UU No 13/2003,” katanya.
No comments:
Post a Comment